Selasa, 03 Januari 2012

Pengembangan Kurikulum SMA dan Implementasinya dalam dunia Pendidikan (BUKAN KAJIAN POLITIK)


PENGEMBANGAN KURIKULUM SMA 



















KATA PENGANTAR
Assalamu Allaikum. Wr. Wb.
Puja dan Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini tepat pada waktunya.
Penyusunan karya tulis ini merupakan sesuatu hal yang penulis anggap penting, mengingat pengembangan kurikulum yang selama ini tidak memadai bagi peserta didik. Oleh karena itu, saya menulis dan menganalisis kembali perkembangan kurikulum yang terjadi di dalam lingkup kehidupan bangsa indonesia.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan sumbangsihnya selama karya tulis ini dibuat, terutama kepada :
Yang terhormat, tercinta dan terrindukan selalu kedua orang tua penulis, Hafash Hasan dan H. Muh. Rum yang telah membesarkan dan mendidik penulis, serta selalu memberikan motivasi bagi penulis dan masukan yang begitu berharga sebagai orang tua yang baik dan memberikan perhatiannya terhadap anak-anaknya.
Dan terkhusus kepada Kak Fatahullah Jurdi, yang telah banyak membantu, baik moril maupun materil dalam penyusunan makalah ini, penulis ucapkan terima kasih banyak.

Wassalamu Allaikum. Wr. Wb.
Jakarta,  03 Januari  2012



PENULIS


DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL      i
KATA PENGANTAR      ii
DAFTAR ISI      iv
ABSTRAK      v
BAB    I PENDAHULUAN
    A. Latar Belakang Masalah      1
    B. Rumusan Masalah      1
    C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan      2
       a. Tujuan Penulisan      2
       b. Kegunaan Penulisan      2
BAB    II TINJAUAN PUSTAKA
    A. Analisis Pengembangan Kurikulum SMA       3
 B. Prinsip Pengembangan  Kurikulum      4
BAB    III METODOLOGI PENULISAN
A. Tekhnik Penulisan      8
B. Sistematika Penulisan      8
C. Tekhnik Pengumpulan dan Pengolahan Data      8
BAB    IV PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kurikulum       9
B.    Isi Kurikulum       12
C.    Konsep Kurikulum dalam Pendidikan SMA      18
BAB    V PENUTUP
Kesimpulan      28
Saran      28
DAFTAR PUSTAKA      30

ABSTRAK

“Pengembangan Kurikulum SMA IPA Fisika”, karya Lita Rahmaliah, Mahasiswa Pendidikan Fisika Universitas Indraprasta PGRI.
Tujuan dari penulisan karya ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang bagaimana perkembangan kurikulum sejak awal ditemukannya dan sampai sekarang serta bagaimana implikasi dan kemajuannya dalam kehidupan berpendidikan di Indonesia, sehingga kita tidak ketinggalan menikmati perkembangan teori, konsep dan sistem kurikulum itu sendiri.
Dalam karya tulis ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data melalui metode penelitian kepustakaan (library research), yaitu buku-buku, jurnal-jurnal ilmiah, media massa, dan situs internet. Data yang diperoleh biasa disebut data sekunder, kemudian data tersebut di olah dengan teknik content analysis untuk menghasilkan kesimpulan. Penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif dalam menganalisis data dengan maksud untuk menjelaskan bagaimana upaya yang diambil oleh para pendidik dalam mendidik anak didik mereka supaya bisa memahami dan mengikuti perkembangan kurikulum.
Kesimpulan penulis dalam karya tulis ini adalah bahwa, kurikulum dapat berupa substansi, sistem dan bidang studi. Dimana diantara ketiganya ini, yang paling banyak menjadi jawaban seputar pertanyaan tentang kurikulum, adalah mengenai bidang studi itu sendiri. Itulah jawaban para pendidik ketika ditanya mengenai persoalan tentang kurikulum.

Kata kunci : Kurikulum, Peserta Didik, Pendidik
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Deskripsi singkat tentang kurikulum apa saja yang pernah dikembangkan dalam program pendidikan di negeri tercinta Indonesia. Salah satu konsep terpenting untuk maju adalah “melakukan perubahan”, tentu yang kita harapkan adalah perubahan untuk menuju keperbaikan dan sebuah perubahan selalu di sertai dengan konsekuensi-konsekuensi yang sudah selayaknya di pertimbangkan agar tumbuh kebijakan bijaksana. Ini adalah perkembangan Kurikulum Pendidikan Kita.
Konsep terpenting yang perlu mendapatkan penjelasan dalam teori kurikulum adalah konsep kurikulum. Karena kurikulum dapat sebagai suatu subtansi, suatu kurikulum dipandang orang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-murid di sekolah atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai.
Konsep kedua kurikulum sebagai suatu sistem, yaitu sistem kurikulum yang merupakan bagian dari sistem persekolahan, pendidikan bahkan sistem masyarakat.
Konsep yang terakhir kurikulum sebagai suatu bidang study kurikulum yang merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran.
Model konsep kurikulumpun berlainan macamnya, yang semua itu berasal dari teori pendidikan, yang termasuk model atau konsep kurikulum meliputi kurikulum humanistic dan rekontruksi sosial. Untuk lebih jelasnya dalam makalah ini akan dibahas lebih terperinci lagi tentang kurikulum humanistic dan rekontruksi sosial.
B.    Rumusan Masalah
Ada beberapa rumusan masalah yang hendak  penulis angkat dalam karya tulis ini. Dan harus mengenai apa yang menjadi pembahasan para judul yang saya ambil yakni masih tetap dalam lingkaran bagaimana pengembangan kurikulum SMA IPA FISIKA. Beberapa rumusan masalah ini di buat untuk bagaimana supaya kita dapat mengetahui apa saja yang menjadi pembahasan dalam karya tulis ini.
a.    Apa yang Dimaksud dengan Kurikulum ?
b.    Apa Saja Isi Dari Kurikulum itu Sendiri ?
c.    Bagaimana Konsep Kurikulum dalam Pendidikan SMA ?
C.    Tujuan dan Kegunaan Penulisan
Beberapa kegunaan dalam proses penulisan
a.    Tujuan penulisan
Beberapa tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah;
1.    Untuk mengetahui sejauhmana pengertian kurikulum dalam perkembangannya.
2.    Untuk mengetahui apa saja isi daripada kurikulum dalam perkembangannya.
3.    Untuk mengetahui apa saja konsep kurikulum dalam pendidikan di Indonesia. 
b.    Kegunaan penulisan
Beberapa kegunaan dalam proses penulisan karya tulis ini yakni:
a.    Memberikan sedikit masukan dalam mendefinisikan kurikulum kedepannya. 
b.    Memberikan sedikit hal tentang apa saja yang menjadi isi daripada kurikulum.
c.    Memberi kajian terhadap konsep kurikulum dalam perkembangannya.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Analisis Pengembangan Kurikulum SMA
Dalam proses pembelajaran, kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat penting, selain guru, sarana dan prasarana pendidikan lainnya. Oleh karena itu, kurikulum digunakan sebagai acuan dalam penyelenggaraan pendidikan dan sekaligus sebagai salah satu indikator mutu pendidikan. Di Indonesia tercatat telah lima kali revisi kurikulum pendidikan dasar dan menengah, yaitu pada tahun 1968, tahun 1975, tahun 1984, tahun 1994 dan ujicoba kurikulum tahun 2004. Revisi kurikulum tersebut bertujuan untuk mewujudkan kurikulum yang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat, guna mengantisipasi perkembangan jaman, serta untuk memberikanguideline atau acuan bagi penyelenggaraan pembelajaran di satuan pendidikan.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa, pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan, dan kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, disebutkan bahwa standar yang terkait langsung dengan kurikulum adalah Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan, dan telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan serta Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan, tersebut di atas.
Berdasarkan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) serta panduan, maka Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah diharapkan dapat mengembangkan Kurikilum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik. Mengingat bahwa Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan dan KTSP ini harus sudah dilaksanakan oleh semua satuan pendidikan dasar dan menengah pada tahun ajaran 2009/2010, maka kegiatan sosialisasi dan pelatihan Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan dan pengembangan KTSP bagi para pendidik, tenaga kependidikan dan para pemangku kepentingan (stakeholders) pendidikan lainnya harus dilakukan kordinasi dan sinergi dengan semua pihak yang terkait, dan segera dilaksanakan secara terencana, terpadu dan berkelanjutan.
Oleh karena itu, semua lapisan masyarakat yang terkait dengan pendidikan, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik sebagai pengambil kebijakan, pelaksana, maupun masyarakat umum hendaknyamemiliki pemahaman yang baik terhadap perubahan kebijakan tentang kurikulum tersebut. Dengan kesetaraan pemahaman tersebut seluruh upaya peningkatan mutu pendidikan nasional akan mendapatkan dukungan dari segala penjuru dan hal ini akan menjamin keberhasilannya.
B.    Prinsip Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, didalamnya mencakup: perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik. Penerapan Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi kurikulum merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri. Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti : politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur – unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan.
Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum. Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok : (1) prinsip – prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas; (2) prinsip-prinsip khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian. Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu :
1.    Prinsip relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).
2.    Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.
3.    Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
4.    Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
5.    Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, terdapat sejumlah prinsip-prinsip yang harus dipenuhi, yaitu :
1.    Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
2.    Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
3.    Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
4.    Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
5.    Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
6.    Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
7.    Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemenuhan prinsip-prinsip di atas itulah yang membedakan antara penerapan satu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dengan kurikulum sebelumnya, yang justru tampaknya sering kali terabaikan. Karena prinsip-prinsip itu boleh dikatakan sebagai ruh atau jiwanya kurikulum
Dalam mensikapi suatu perubahan kurikulum, banyak orang lebih terfokus hanya pada pemenuhan struktur kurikulum sebagai jasad dari kurikulum . Padahal jauh lebih penting adalah perubahan kutural (perilaku) guna memenuhi prinsip-prinsip khusus yang terkandung dalam pengembangan kurikulum.

BAB III
METODE PENULISAN
A.    Tekhnik Penulisan
Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui metode penelitian kepustakaan (library research), yaitu buku-buku (terutama buku-buku yang berkaitan dengan pengembangan kurikulum SMA IPA Fisika), jurnal-jurnal ilmiah, media massa, dan situs internet. Data yang diperoleh biasa disebut data sekunder, kemudian data tersebut diolah dengan teknik content analysis untuk menghasilkan kesimpulan.
B.    Sistematika Penulisan
Bab 1    :  Pendahuluan, yang menguraikan latar belakang masalah, rumusan  masalah, serta tujuan dan kegunaan penulisan.
Bab 2    :  Tinjauan Pustaka, yang mencantumkan sumber-sumber terkait tentang Pengembangan Kurikulum SMA IPA Fisika yang diperoleh dari literatur-literatur yang telah dikumpulkan.
Bab 3    :  Metode Penulisan, disajikan dengan menggunakan teknik pengu-mpulan data, sistematika penulisan, dan analisis data.
Bab 4    :   Pembahasan, berisi analisis permasalahan berdasarkan data dan telaah pustaka yang diuraikan secara sistematis.
C.    Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data
Penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif dalam menganalisis data dengan maksud untuk bagaimana menjelaskan tentang Pengembangan Kurikulum SMA IPA Fisika bagaimana pengembangan kurikulum SMA IPA Fisika kedepannya.


BAB IV
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kurikulum

Perkataan kurikulum dikenal sebagai suatu istilah dalam dunia pendidikan sejak kurang dari satu abad yang lampau. Perkataan ini belum terdapat dalam kamus Webster tahun 1812 dan baru timbul untuk pertama kalinya dalam kamusnya tahun 1856.
Artinya pada waktu itu artinya ialah:
1.    A race course ; a place for running ; a chariot.
2.    A courase in general ; applied particulary to the course of study in a university.
Jadi dengan “kurikulum” dimaksud jarak yang harus di tempuh oleh pelari atau kereta dalam perlombaan, dari awal sampai akhir. “kurikulum” juga berarti “chariot” semacam kereta pacu pada zaman dahulu, yakni suatu alat yang membawa seseorang dari “start” sampai “finish”.
Disampaing penggunaan “kurikulum”  semula dalam bidang olah raga, kemudian dipakai dalam bidang pendidikan, yakni sejumlah mata kuliah di perguruan tinggi.
Di Indonesia istilah “kurikulum” boleh dikatakan baru menjadi popular sejak tahun lima puluhan yang dipopulerkan oleh mereka yang memperoleh pendidikan di America serikat. Sebelumnya yang lazim digunakan ialah “rencana pelajaran” pada hakikatnya kurikulum sama artinya dengan rencana pelajaran.
Dalam teori praktik, pengertian kurikulum yang lama sudah banyak ditinggalkan. Para ahli-ahli pendidikan kebanyakan memberi arti atau istilah yang lebih luas.
Perubahan ini terjadi karena ketidakpuasan dengan hasil pendidikan di sekolah dan ingin selalu memperbaiki.
Selain itu yang mempengaruhi perubahan dari makna atau arti kurikulum adalah perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang dapat mengubah perkembangan dan kebutuhan masyarakat.
Disamping itu banyak timbul pendapat-pendapat baru, tentang hakikat dan perkembangan anak, cara belajar, tentang masyarakat dan ilmu pengetahuan yang memaksa diadakannya perubahan dalam kurikulum. Pengembangan kurikulum adalah proses yang tak hentinya, yang harus dilakukan secara kontinu.
Namun, mengubah kurikulum bukanlah pekerjaan yang mudah, praktek pendidikan disekolah senantiasa jauh ketinggalan bila dibandingkan dengan teori kurikulum. Bukan suatu yang aneh. Bila suatu teori kurikulum baru menjadi kenyataan setelah 50 sampai 75 tahun kemudian.
Dengan bertambahnya tanggung jawab sekolah timbulah berbagai macam definisi kurikulum, sehingga semakin sukar memastikan apakah sebenarnya kurikulum itu.  Akhirnya setiap pendidikan, setiap guru harus menentukan sendiri apakah kurikulum itu bagi dirinya. Pengertian yang dianut oleh seseorang akan mempengaruhi kegiatan belajar mengajar dalam kelas maupun diluar kelas.
Dibawah ini beberapa kurikulum menurut beberapa kurikulum menurut beberapa ahli kurikulum.
1.    J. Galen Taylor dan William M. Alexander dalam buku curriculum planning for better teaching and learning (1956). Menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut “segala usaha untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruang kelas, di halaman sekolah atau diluar sekolah termasuk kurikulum. Kurikulum meliputi juga apa yang disebut kegiatan extra kurikuler
2.    Harold B. Albertycs. Dalam reorganizing the high school curriculum (1965). Memandang kurikulum sebagai “all school”. Seperti halnya dengan definisi saylor dan Alexander, kurikulum tidak terbatas pada mata pelajaran akan tetapi juga meliputi kegiatan-kegiatan lain, di dalam dan diluar kelas, yang berada dibawah tanggung jawab sekolah.
3.    B. Othanel Smith, w.o. Stanley, dan J. Harjan Shores. Memandang kurikulum sebagai “a sequence of potential experience set up in the school for the purpose of diseliping ehildren and youth in group ways of thinking and acthing”. Mereka melihat kurikulum sebagai sejumlah pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak dan pemuda, agar mereka  dapat berfikir dan berbuat sesuai dengan masyarakatnya.
4.    William B Ragan, dalam buku modern elementary curriculum (1966) menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut: (1) Ragan menggunakan kurikulum dalam arti luas, yang meliputi seluruh program dan kehidupan dalam sekolah, yakni segala pengalaman anak dibawah  tanggung jawab sekolah. (2) Kurikulum tidak hanya meliputi bahan pelajaran tetapi meliputi seluruh kehidupan dalam kelas. Jadi hubungan social antara guru dan murid, metode pembelajaran, cara mengevaluasi termasuk kurikulum.
5.    J. Lloyd Trump dan Dalmes F. Miller dalam bukunya secondary school improfement (1973). Juga menganut definisi kurikulum yang luas, menurut mereka dalam kurikulum juga termasuk metode mengajar dan belajar, cara mengevaluasi murid dan seluruh program, perubahan tenaga mengajar, bimbingan dan penyuluhan, supervise dan administrasi dan hal-hal structural mengenai waktu, jumlah ruangan serta kemungkinan memilih mata pelajaran.
6.    Alice Miel juga menganut pendirian yang luas mengenai kurikulum. Dalam bukunya changing the curriculum : a social process (1946) ia mengemukakan bahwa kurikulum juga meliputi keadaan gedung, suasana sekolah, keinginan, keyakinan, pengetahuan dan sikap orang-orang melayani dan dilayani sekolah, yakni anak didik, masyarakat, para pendidik, dan personalia. Definisi Miel tentang kurikulum  sangat luas yang mencakup yang meliputi bukan hanya pengetahuan, kecakapan, kebiasaan-kebiasaan, sikap, aspirasi, cita-cita serta norma-norma melainkan juga pribadi guru, kepala sekolah serta seluruh pegawai sekolah.
7.    Edward A, Krug dalam secondary school curriculum (1960) menunjukan pendirian yang terbatas tapi realities tentang kurikulum, kurikulum dilihatnya sebagai cita-cita dan usaha untuk mencapai tujuan persekolahan. Ia membedakan tugas sekolah mengenai perkembangan anak dan tanggung jawab lembaga pendidikan lainnya seperti rumah tangga, lembaga agama, masyarakat, dan lain-lainnya.
Berbagai tafsiran tentang kurikulum dapat kita tinjau dari segi lain, sehingga kita peroleh penggolongan sebagai bertikut:
1)    Kurikulum dapat dilihat sebagai produk, yakni sebagai hasil karya para pengembangan kurikulum, biasanya dalam suatu panitia.
2)    Kurikulum yang pula dipandang sebagai program, yakni alat yang dilakukan oleh sekolah untuk mencapai tujuannya.
3)    Kurikulum dapat pula dipamdang sebagai hal-hal yang diharapkan akan dipelajari siswa, yakni pengetahuan, sikap, keterampilan tertentu.
4)    Kurikulum sebagai pengalaman siswa. Ketiga pandangan di atas berkenaan dengan perencanaan kurikulum sedangkan pandangan ini mengenai apa yang secara  actual menjadi kenyataan pada setial siswa.
B.    Isi Kurikulum

    Perjalanan Kurikulum Nasional
Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, dan direncanakan pada tahun 2004. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.
    Perubahan krukulum Dari Tahun 1975-1994
a.    Kurikulum Tahun 1975
Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menggunakan pendekatan-pendekatan di antaranya sebagai berikut.
    Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
    Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
    Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (drill).
Kurikulum 1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan sidang umum MPR 1983 yang produknya tertuang dalam GBHN 1983 menyiratakan keputusan politik yang menghendaki perubahan kurikulum dari kurikulum 1975 ke kurikulum 1984. Karena itulah pada tahun 1984 pemerintah menetapkan pergantian kurikulum 1975 oleh kurikulum 1984.
b.    Kurikulum Tahun 1984
Menjelang tahun 1983 antara kebutuhan atau tuntutan masyarakat dan ilmu pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan dalam kurikulum 1975 dianggap tidak sesuai lagi, oleh karena itu diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum 1984 tampil sebagai perbaikan atau revisi terhadap kurikulum 1975. Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
    Berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.
    Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.
    Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
Kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar dengan kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena berkesesuaian suasan pendidikan di LPTK (lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori tentang proses belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang bahwa materi (isi) pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan mendapatkan materi pelajaran yang cukup banyak.
c.    Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut.
    Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan
    Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi)
    Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.
    Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
    Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang komplek.
    Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa.
    Kurikulum Berbasis Kompetensi – Versi Tahun 2002 dan 2004
Usaha pemerintah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan terutama meningkatkan hasil belajar siswa dalam berbagai mata pelajaran terus menerus dilakukan, seperti penyempurnaan kurikulum, materi pelajaran, dan proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Soejadi (1994:36), khususnya dalam mata pelajaran matematika mengatakan bahwa kegiatan pembelajaran matematika di jenjang persekolahan merupakan suatu kegiatan yang harus dikaji terus menerus dan jika perlu diperbaharui agar dapat sesuai dengan kemampuan murid serta tuntutan lingkungan.
Implementasi pendidikan di sekolah mengacu pada seperangkat kurikulum. Salah satu bentuk inovasi yang dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan adalah melakukan inovasi di bidang kurikulum. Kurikulum 1994 perlu disempurnakan lagi sebagai respon terhadap perubahan struktural dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah.
Kurikukum yang dikembangkan saat ini diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi. Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah ditetapkan.Competency Based Education is education geared toward preparing indivisuals to perform identified competencies (Scharg dalam Hamalik, 2000: 89). Hal ini mengandung arti bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman pembelajaran.
Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus dapat memungkinkan seseorang untuk menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu (Puskur, 2002a).
Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah. Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada: (1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan (2) keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya (Puskur, 2002a).
Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
    Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
    Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
    Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
    Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
    Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi
Struktur kompetensi dasar Kurikulum Berbasis Kompetensi ini dirinci dalam komponen aspek, kelas dan semester. Keterampilan dan pengetahuan dalam setiap mata pelajaran, disusun dan dibagi menurut aspek dari mata pelajaran tersebut.
Pernyataan hasil belajar ditetapkan untuk setiap aspek rumpun pelajaran pada setiap level. Perumusan hasil belajar adalah untuk menjawab pertanyaan, “Apa yang harus siswa ketahui dan mampu lakukan sebagai hasil belajar mereka pada level ini?”. Hasil belajar mencerminkan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas kurikulum dinyatakan dengan kata kerja yang dapat diukur dengan berbagai teknik penilaian.
Setiap hasil belajar memiliki seperangkat indikator. Perumusan indikator adalah untuk menjawab pertanyaan, “Bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapai hasil belajar yang diharapkan?”. Guru akan menggunakan indikator sebagai dasar untuk menilai apakah siswa telah mencapai hasil belajar seperti yang diharapkan. Indikator bukan berarti dirumuskan dengan rentang yang sempit, yaitu tidak dimaksudkan untuk membatasi berbagai aktivitas pembelajaran siswa, juga tidak dimaksudkan untuk menentukan bagaimana guru melakukan penilaian. Misalkan, jika indikator menyatakan bahwa siswa mampu menjelaskan konsep atau gagasan tertentu, maka ini dapat ditunjukkan dengan kegiatan menulis, presentasi, atau melalui kinerja atau melakukan tugas lainnya.
    Kurikulum Berbasis Kompetensi – Versi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1)standar isi, (2)standar proses, (3)standar kompetensi lulusan, (4)standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5)standar sarana dan prasarana, (6)standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan (7)standar penilaian pendidikan.
Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan pendidikan.
Secara substansial, pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter), yaitu:
    Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
    Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
    Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
    Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
    Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
C.    Konsep Kurikulum dalam Pendidikan SMA

Kedudukan kurikulum dalam pendidikan
Pendidikan berintikan interaksi antara pendidik dengan peserta didik dalam upaya membantu peserta didik menguasai tujuan-tujuan pendidikan. Interaksi pendidikan dapat berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah, ataupun masyarakat. Dalam lingkungan keluarga, interaksi pendidikan terjadi antara orang tua sebagai pendidik dan anak sebagai peserta didik. Interaksi ini berjalan tanpa rencana tertulis. Orang tua sering tidak mempunyai rencana yang jelas dan rinci kemana anaknya akan diarahkan, dengan cara apa mereka akan dididik, dan apa isi pendidikannya.
Interaksi pendidikan antara orang tua dengan anaknya juga sering tidak disadari. Dalam kehidupan keluarga interaksi pendidikan dapat terjadi setiap saat, setiap kali orang tua bertemu, berdialog, bergaul, dan bekerjasama dengan anak-anaknya.
Pendidikan formal memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan pendidikan informal dalam lingkungan keluarga. Pertama, pendidikan formal di sekolah memiliki lingkup isi pendidikan yang lebih luas, bukan hanya berkenaan dengan pembinaan segi-segi moral, tetapi juga ilmu pengetahuan dan keterampilan. Kedua, pendidikan di sekolah dapat memberikan pengetahuan yang lebih tinggi, lebih luas dan mendalam. Sejarah pendirian sekolah diawali karena ketidakmampuan keluarga memberikan pengetahuan dan keterampilan yang lebih tinggi dan mendalam. Ketiga, karena memiliki rancangan atau kurikulum secara formal dan tertulis, pendidikan di sekolah dilaksanakan secara berencana, sistematis dan lebih disadari.
Kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan. Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Menurut Mauritz Johnson (1967, hlm.. 130) kurikulum “prescribes (or at least anticipates) the result of instruction”. Kurikulum juga merupakan suatu rencana pendidikan, memberikan pedoman dan pegangan tentang jenis, lingkup, dan urutan isi, serta proses pendidikan. Di samping kedua fungsi itu, kurikulum juga merupakan suatu bidang studi, yang ditekuni oleh para ahli atau spesialis kurikulum, yang menjadi sumber konsep-konsep atau memberikan landasan-landasan teoritis bagi pengembangan kurikulum berbagai institusi pendidikan.
Konsep Kurikulum
Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan mata-mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari siswa. Anggapan ini telah ada sejak zaman Yunani Kuno, dalam lingkungan atau hubungan tertentu pandangan ini masih dipakai sampai sekarang, yakni kurikulum sebagai “....a racecourse of subject matters to be mastered” (Robert S. Zais, 1976, hlm. 7). Banyak orang tua bahkan juga guru-guru, kalau ditanya tentang kurikulum akan memberikan jawaban sekitar bidang studi atau mata-mata pelajaran. Lebih khusus mungkin kurikulum diartikan hanya sebagai isi pelajaran.
Sebagaimana juga ditegaskan oleh Ronald C. Doll (1974, hlm. 22). “The commonly accepted definition of the curriculum has changed from content of course of study and list of subjects and course to all the experiences which are offered to learners under the auspices or direction of the school”.
Sedangkan Beauchamp lebih memberikan tekanan bahwa kurikulum adalah suatu rencana pendidikan atau pengajaran. Pelaksanaan rencana itu sudah masuk pengajaran. Selanjutnya, Zais menjelaskan bahwa kebaikan suatu kurikulum tidak dapat dinilai dari dokumen tertulisnya saja, melainkan harus dinilai dalam proses pelaksanaan fungsinya di dalam kelas. Kurikulum bukan hanya fungsional yang beroperasi dalam kelas, yang memberi pedoman dan mengatur lingkungan dan kegiatan yang berlangsung di dalam kelas.
Robert S. Zais (1976, hlm. 3) kembali menulis, kurikulum sebagai bidang studi mencakup : “(1) the range of subject matters with which it is concerned (the subtantive structure), and (2) the procedures of inquiry and practice that it follows (the syntactical structure)”. Sedangkan George A. Beauchamp (1976, hlm. 58-59) menulis, kurikulum sebagai bidang studi membentuk teori, yaitu teori kurikulum. Beauchamp mendefinisikan teori kurikulum sebagai ....a set of related statements that gives meaning to a schools’s curriculum by pointing up the relationships among its elements and by directing its development, its use, and its evaluationi.
Sedang mengenai fungsi sistem kurikulum ini, lebih lanjut Beauchamp (1957, hlm. 60) menggambarkan:
.....(1) the choice of arena for curriculum decision making, (2) the selection and involvement of person in curriculum planning, (3) organization for and teachniques used in curriculum planning, (4) actual writing of a curriculum, (5) implementing the curriculum, (6) evaluation the curriculum, and (7) providing for feedback and midification of the curriculum.
Kurikulum dan Teori-Teori Pendidikan
Kurikulum mempunyai hubungan yang sangat erat dengan teori pendidikan. Minimal ada empat teori pendidikan yang banyak dibicarakan para ahli pendidikan dan dipandang mendasari pelaksanaan pendidikan, yaitu pendidikan klasik, pendidikan pribadi, pendidikan interaksional, dan tekhnologi pendidikan.
1.    Pendidikan klasik
Pendidikan klasik atau classical education dapat dipandang sebagai konsep pendidikan tertua. Konsep pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa seluruh warisan budaya, yaitu pengetahuan, ide-ide, atau nilai-nilai telah ditemukan oleh para pemikir terdahulu. Pendidikan berfungsi memelihara, mengawetkan, dan meneruskan semua warisan budaya tersebut kepada generasi berikutnya.
Ada dua model konsep pendidikan klasik, perenialisme dan esensialisme. Perenialisme berkembang di Eropa dalam masyarakat aristokratis-agraris. Mereka ;eih berorientasi ke masa lampau dan kurang mementingkan tuntutan-tuntutan masyarakat yang berkembang saat sekarang. Pendidikan lebih menekankan pada humanitas, pembentukan pribadi, dan sifat-sifat mental. Konsep-konsep filosofis lebih banyak mewarnai pendidikan ini. Isi pendidikan lebih banyak bersifat pendidikan umum (general education atau liberal art) dengan model mengajar yang bersifat ekspositori, sedangkan model belajarnya adalah asimilasi. Pendidikan menurut pandangan mereka adalah bebas nilai (value free) dan bebas dari kebudayaan (culture free) artinya tidak terikat atau diwarnai oleh nilai-nilai dan karakteristik masyarakat sekitar.
Sedangkan, Esensialisme berkembang di Amerika Serikat dalam masyaraka industri, pendidikan ini lebih mengutamakan sains daripada humanitas. Mereka lebih pragmatis, pendidikan diarahkan dalam mempersiapkan generasi muda untuk terjun ke dunia kerja. Konsep ini lebih berorientasi pada masa sekarang dan yang akan datang. Isi pengajaran lebih diarahkan kepada pembentukan keterampilan dan pengembangan kemampuan vocational. Mengenai persamaan dan perbedaan pendidikan perenial dan esensial, Dianna Lapp, dkk. Menjelaskan:
“Like perennial education, essentialism is conservative, seeking to maintain and pass on to the new generation the convictions of the older generation. But unlike perennialism, essensialism is nonreflective, nonphilosophical. It is more prone to activity-to-doing-than to wasting time on extensive philosophical speculation. Looking to the present rather than the past, and to science rather than to the humanities, it is primarilly practical and pragmatic. (Dianna Lapp, et.al, 1975, hlm. 32).
Para esensialis bersifat praktism mengutamakan kerja dan kompetisi disamping kerjasama. Mereka menghargai seni, keindahan dan humanitas sepanjang hal itu mendukung kehidupan sehari-hari, kehidupan produktif. Tujuan utama pendidikan, menurut para esensialis, adalah (1) memperoleh pekerjaan yang lebih baik, (2) dapat bekerjasama dengan lebih baik dengan orang dari berbagai tingkatan/lapisan masyarakat, (3) memperoleh penghasilan labih banyak. Mereka berpikiran praktis bahwa pendidikan adalah suatu jalan untuk mencapai sukses dalam kehidupan, terutama sukses secara ekonomis.
2.    Pendidikan pribadi
Pendidikan pribadi (personalized education) lebih mengutamakan peranan siswa. Konsep pendidikan ini bertolak dari anggapan dasar bahwa, sejak dilahirkan anak telah memiliki potensi-potensi, baik potensi untuk berpikir, berbuat, memecahkan masalah, maupun untuk belajar dan berkembang sendiri. Pendidikan adalah ibarat persemaian, berfungsi menciptakan lingkungan yang menunjang dan terhindar dari hama-hama. Tugas guru, seperti halnya seorang petani adalah mengusahakan tanah yang gembur, pupuk, air, udara dan sinar matahari yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan tanaman (peserta didik).
3.    Pendidikan interaksional
Konsep pendidikan ini bertolak dari pemikiran manusia sebagai mahluk sosial. Dalam kehidupannya, manusia selalu membutuhkan manusia lain, selalu hidup bersama, berinteraksi, dan bekerjasama. Karena kehidupan bersama dan kerjasama ini, mereka dapat hidup, berkembang dan mampu memenuhi kebutuhan hidup dan memecahkan berbagai masalah yang dihadapi.
Dalam pendidikan interaksional, belajar lebih dari sekedar mempelajari fakta-fakta. Siswa mengadakan pemahaman eksperimental dari fakta-fakta tersebut, memberikan interpretasi yang bersifat menyeluruh serta memahaminya dalam konteks kehidupannya. Setiap siswa, begitu juga guru, mempunyai rentetan pengalaman dan persepsi sendiri. Dalam proses belajar, persepsi-persepsi yang berbeda tersebut digunakan untuk menyoroti masalah bersama yang muncul dalam kehidupannya.
4.    Tekhnologi pendidikan
Tekhnologi pendidikan mempunyai persamaan dengan pendidikan klasik tentang peranan pendidikan dalam menyampaikan informasi. Keduanya juga mempunyai perbedaan, sebab yang diutamakan dalam teknologi pendidikan adalah pembentukan dan penguasaan kompetensi bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya lama. Mereka lebih berorientasi ke masa sekarang dan yang akan datang, tidak seperti pendidikan klasik yang lebih melihat masa lalu. Perkembangan tekhnologi pendidikan dipengaruhi dan sangat diwarnai oleh perkembangan ilmu dan tekhnologi. Hal itu memang sangat masuk akal, sebab tekhnologi pendidikan bertolak dari dan merupakan penerapan prinsip-prinsip ilmu dan tekhnologi dalam pendidikan. Teknologi telah masuk ke semua segi kehidupan, termasuk dalam pendidikan.
Dengan dilatarbelakangi oleh minat yang sangat mendalam terhadap pendidikan, khususnya kurikulum, penulis memandang bahwa kurikulum merupakan bidang yang sangat penting. Kurikulum menentukan jenis dan kualitas pengetahuan dan pengalaman yang memungkinkan orang atau seseorang mencapai kehidupan dan penghidupan yang baik. Dilengkapi dengan pengalamannya yang begitu banyak dalam bidang pendidikan, penulis menyajikan suatu tulisan yang konprehensif mendasar, dalam arti bertolak dari teori yang kuat, dengan mengemukakan hal-hal yang bersifat praktis.
Teori Kurikulum
Apakah teori itu ?
Apakah fungsi teori ?
Minimal ada tiga fungsi teori yang sudah disepakati para ilmuwan yaitu: (1) mendeskripsikan, (2) menjelaskan, dan (3) memprediksi. Untuk tiga fungsi tersebut, Brodbeck (1963, hlm. 70) menambahkan fungsi lain. “A theory not only explains and predict, it also unifies phenomena”. Khusus dalam penelitian Gawin (1963) mengemukakan fungsi teori sebagai: ....the theory help researcher to analyze data to make shorthand summarization or synopsis of data and relations, and to suggest new thing to try out.
Mouly (1970, hlm. 70-71) mengemukakan ciri-ciri suatu teori yang baik, yaitu:
1.    A theoretical system must permit deducation which be tested empirically,
2.    A theory must be compatible both with observation and with previously validated theories,
3.    Theories must be stated in simple terms, that theory is best which explains the most in the simplest form,
4.    Scientific theories must be based on empirical facts and relationships.
Teori Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu ilmu terapan (applied science), yaitu terapan dari ilmu atau disiplin lain terutama filsafat, psikologi, sosiologi, dan humanitas. Sebagai ilmu terapan, perkembangan teori pendidikan berasal dari pemikiran-pemikiran filosofis-teoritis, penelitian empiris dalam praktik pendidikan. Dengan latarbelakang seperti itu, beberapa ahli menyatakan bahwa ilmu pendidikan merupakan ilmu yang “belum jelas”. Hal itu diperkuat oleh kenyataan bahwa cukup sulit untuk dapat merumuskan teori pendidikan. Teori-teori pendidikan yang ada lebih menggembarkan pandangan filosofis, seperti teori pendidikan Lengeveld, Kohnstam, dan sebagainya, atau lebih menekankan pada pengajaran seperti teori Gagne, Skinner dan sebagainya.
Boyles (1959) menyatakan bahwa teori pendidikan di Amerika Serikat berada dalam a state of suspended animation, penggambarannya masih tertangguhkan. Masih memerlukan waktu yang cukup lama untuk menampilkan dengan jelas teori pendidikan ini. Menurut Beauchamp (1975, hlm. 34), teori pendidikan akan atau dapat berkembang, tetapi perkembangannya pertama-tama dimulai pada sub-subteorinya. Yang menjadi subteori dari teori pendidikan adalah teori-teori dalam kurikulum, pengajaran, evaluasi, bimbingan-konseling, dan administrasi pendidikan.
Telah diuraikan sebelumnya bahwa ada dua kecenderungan perkembangan ilmu pendidikan. Pertama, perkembangan yang bersifat teoretis yang merupakan pengkajian masalah-masalah pendidikan dari sudut pandang ilmu lain, seperti filsafat, psikologi, dan lain-lain. Kedua, perkembangan ilmu pendidikan dari praktik pendidikan. Keduanya dapat saling membantu, melengkapi, dan memperkaya. Dalam kenyataan, tidak selalu terjadi hal yang demikian. Hanya sedikit hasil-hasil pengkajian teoretis yang diterapkan para pelaksana pendidikan. Sebagai contoh, teori J.J Rousseau yang menekankan pendidikan alam dengan peranan anak sebagai subjek yang penuh potensi, hampir tidak ada yang melaksanakannya secara penuh, kecuali beberapa prinsip utamanya, itupun dengan beberapa modifikasi. Sebaliknya para pendidik di lapangan melaksanakan praktik pendidikan yang lebih didasarkan atas kebutuhan-kebutuhan praktis, sekalipun tidak banyak dilandasi oleh teori-teori yang kuat.
Teori Kurikulum
1.    konsep kurikulum
Ada tiga konsep tentang kurikulum, kurikulum sebagai substansi, sebagai sistem, dan sebagai bidang studi. Konsep Pertama, kurikulum sebagai suatu substansi, suatu kurikulum dipandang orang sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum juga dapat menunjuk kepada suatu dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi. Konsep Kedua, adalah kurikulum sebagai suatu sistem, yaitu sistem kurikulum. Sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu  sistem kurikulum mencakup struktur personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi dan menyempurnakannya. Konsep Ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi yaitu bidang studi kurikulum. Ini merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran. Tujuan kurikulum sebagai bidang studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum.
2.    Perkembangan teori kurikulum
Perkembangan teori kurikulum tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangannya. Perkembangan kurikulum telah dimulai pada tahun 1890 dengan tulisan Charles dan McMurry, tetapi secara definitif berawal pada hasil karya Franklin Babbit tahun 1918. Bobbit sering dipandang sebagai ahli kurikulum yang pertama, ia perintis pengembangan praktik kurikulum. Bobbit adalah orang pertama yang mengadakan analisis kecakapan atau pekerjaan sebagai cara penentuan keputusan dalam penyusunan kurikulum. Dia jugalah yang menggunakan pendekatan imliah dalam mengidentifikasikan kecakapan pekerjaan dan kehidupan orang dewasa sebagai dasar pengembangan kurikulum.
Perkembangan teori kurikulum selanjutnya dibawakan oleh Hollis Caswell. Dengan peranannya sebagai Ketua Divisi Pengembang Kurikulum di beberapa Negara bagian di Amerika Serikat (Tennessee, Alabama, Florida, Virginia), ia mengembangkan konsep kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau pekerjaan (society centered) maka Caswell mengembangkan kurikulum yang bersifat interaktif.
Pada tahun 1974 di Universitas Chicago berlangsung diskusi besar pertama tentang teori kurikulum. Sebagai hasil diskusi tersebut, dirumuskan tiga tugas utama teori kurikulum: (1) mengidentifikasi masalah-masalah penting yang muncul dalam pengembangan kurikulum dan konsep-konsep yang mendasarinya, (2) menentukan hubungan antara masalah-masalah tersebut dengan struktur yang mendukungnya, (3) mencari atau meramalkan pendekatan-pendekatan pada masa yang akan datang untuk memecahkan masalah tersebut.
1.    Sumber pengembangan kurikulum
2.    Desain dan rekayasa kurikulum
Desain kurikulum merupakan suatu pengorganisasian tujuan, isi, serta proses belajar yang akan diikuti siswa pada berbagai tahap perkembangan pendidikan. Dalam desain kurikulum, ada dua dimensi penting, yaitu: (1) substansi, unsur-unsur serta organisasi dari dokumen tertulis kurikulum, (2) model pengorganisasian dan bagian-bagian kurikulum terutama organisasi dan proses pengajaran.
Sedangkan menurut Beauchamp, kurikulum mempunyai tiga karakteristik, yaitu: (1) kurikulum merupakan dokumen tertulis, (2) berisi garis-garis besar rumusan tujuan, berdasarkan garis-garis besar tujuan tersebut desain kurikulum disusun, (3) isi atau materi aja, dengan materi tersebut tujuan-tujuan kurikulum dapat dicapai.
Ada dua hal yang perlu ditambahkan dalam desain kurikulum. Pertama, ketentuan-ketentuan tentang bagaimana penggunaan kurikulum serta bagaimana mengadakan penyempurnaan-penyempurnaan berdasarkan masukan dari pengalaman. Kedua, kurikulum itu di evaluasi, baik bentuk desainnya maupun sistem pelaksanaannya.
Dari semua uraian tentang hal-hal yang berkaitan dengan teori kurikulum, Beauchamp (hlm. 82) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan teori kurikulum, yaitu:
1.    Setiap teori kurikulum harus dimulai dengan perumusan (definisi) tentang rangkaian kejadian yang dicakupnya.
2.    Setiap teori kurikulum harus mempunyai kejelasan tentang nilai-nilai dan sumber-sumber pangkal tolaknya.
3.    Setiap teori kurikulum perlu menjelaskan karakteristik dari desain kurikulumnya.
4.    Setiap teori kurikulum harus menggambarkan proses-proses penentuan kurikulumnya serta interaksi diantara proses tersebut.
Setiap teori kurikulum hendaknya menyiapkan diri bagi proses penyempurnaannya.




BAB IV
PENUTUP
1.    Kesimpulan
Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975-1984 Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan anak didik, Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang. Kurikulum 1994 kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut:
a.    Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/substansi setiap mata pelajaran.
b.    Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
c.    Pengembangan konsep kurikulum juga harus sepadan dengan apa yang menjadi tuntutan anak didik dan kemampuan anak didik.
2.    Saran
Permasalahan di atas terasa saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1994. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu:
1.    Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
2.    Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
3.    Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
4.    Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.
5.    Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah. 

DAFTAR PUSTAKA
Syarief. A. Hamid. Pengembangan Kurikulum, Pasuruan: Buana Indah, 1993 .
Sukmadinata, Nana Syaadih, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,1997.
Suparno, Paul, Kajian Kurikulum Fisika SMA/MA Berdasarkan KTSP, Yogyakarta, Penerbit Universitas Sanata Dharma, 2009.
Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum; Teori Dan Praktek, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2007.
Lapp, Dianne. et.al, Teaching And Learning; Philosophical, Psychological, Curricular Application, New York, Macmillan Pub. Co. Inc, 1975.
Beauchamp, George A, Curriculum Theory, Illinois, The KAGG Press, 1975.
Mouly, George. J, The Science Of Educational Research, New York, American Book Co, 1970.
Zais, Robert S, Curriculum Principles And Foundations, New York, Harper & Row Publisher, 1976.
Depdikbud, Kurikulum SD, SMP, SMA Kejuruan 1975, 1984, 1994, Jakarta, Depdikbud.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar