GERAKAN SOSIAL
Sebagai AGENT OF CHANGE
(Kajian Terhadap
Gerakan Sosial Islam Indonesia)
Oleh:
FATAHULLAH
JURDI
KATA PENGANTAR
Assalamu
Allaikum. Wr. Wb.
Puja dan puji syukur kita panjatkan kehadirat
Allah SWT atas limpahan rahmat,
hidayah
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya. Karya
tulis ini
dengan judul “Gerakan Sosial sebagai Agent Of
Change :Kajian Terhadap Gerakan Sosial Islam Indonesia”.
Menurut penulis,
penyusunan karya tulis ini merupakan sesuatu hal yang penulis anggap penting,
karena melihat banyaknya gerakan sosial serta ormas Islam yang ada di
Indonesia, yang mampu mengubah wajah Indonesia di setiap periode. Disini
penulis akan membahas tentang gerakan sosial sebagai agent of change yang mengkhususkan pada studi terhadap gerakan
sosial Islam Indonesia dalam mendobrak perubahan di Indonesia dan ingin
menciptakan Indonesia yang lebih maju dan lebih beradab, dimana gerakan sosial
Islam-lah yang telah banyak membuat perubahan yang terjadi di Indonesia,
khususnya anak-anak muda atau mahasiswa Islam, bagaimana mereka telah
memberikan peran yang begitu signifikan dalam kehidupan masyarakat Indonesia,
gerakan mereka selalu mempengaruhi mekanisme kebijakan yang diambil oleh
pemerintah. Sehingga gerakan anak-anak muda ini disebut sebagai agent of change, social of control.
Disini kita harus
mengkaji lebih baik lagi bagaimana peran gerakan sosial, khususnya gerakan
sosial Islam yang ada di Indonesia, bagaimana mereka menciptakan perubahan
sosial.
Wassalamu
Allaikum. Wr. Wb.
Makassar, 01 November 2009
PENULIS
DAFTAR
ISI
Halaman
HALAMAN
JUDUL
.................................................................................... i
LEMBAR
PENGESAHAN
....................................................................... ii
KATA
PENGANTAR
............................................................................... iii
DAFTAR ISI ............................................................................................... v
ABSTRAK................................................................................................... vi
ABSTRAC ................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 2
C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan .................................................. 2
a. Tujuan Penulisan .................................................................... 3
b. Kegunaan Penulisan................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Gerakan
Sosial ........................................................... 8
B. Gerakan Sosial Islam Indonesia .................................................. 13
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan ................................................................................... 18
2.
Saran
............................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 19
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................
ABSTRAK
“Gerakan Sosial sebagai Agent of Change: Kajian Terhadap Gerakan Sosial
Islam Indonesia”, karya Fatahullah Jurdi, Mahasiswa Pemikiran Politik Islam Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN
Alauddin Makassar.
Tujuan dari penulisan karya ini adalah untuk
mendapatkan gambaran tentang bagaimana terjadinya perubahan sosial dalam
masyarakat yang diupayakan melalui gerakan sosial, khususnya gerakan sosial
Islam. Mereka telah melakukan upaya rekonstruksi gerakan dengan membangun
seri-seri masing-masing dalam menciptakan perubahan itu.
Dalam karya
tulis ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data melalui metode penelitian
kepustakaan (library research), yaitu buku-buku, jurnal-jurnal ilmiah,
media massa, dan situs internet. Data yang diperoleh biasa disebut data sekunder, kemudian
data tersebut di olah dengan teknik content analysis untuk menghasilkan
kesimpulan. Penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif dalam
menganalisis data dengan maksud untuk menjelaskan bagaimana upaya yang dilakukan oleh gerakan sosial
yang ada di Indonesia, khususnya gerakan sosial Islam dalam menciptakan
perubahan sosial baik dalam lingkungan kekuasaan, maupun dalam lingkungan
masyarakat selebihnya.
Kesimpulan penulis dalam karya tulis ini adalah
bahwa, salah satu cara untuk memperkuat agar Negara dapat maju yakni
dengan melakukan perubahan dalam masyarakat atau lebih tepatnya menyadarkan
masyarakat supaya dapat mengetahui hak dan kewajiban mereka sebagai warga
negara dengan cara mencerdaskannya dalam semua hal, terutama dalam memilih
pemimpin yang akan melanjutkan kepemimpinan bangsa kedepannya dan memilih
pemimpin yang mampu membawa perubahan dan memajukan Negara dan Bangsa ini serta
menyelamatkan Negara ini dari kehancuran. Pemimpin yang seperti inilah yang
diharapkan untuk memimpin Negara antah-barantah seperti Indonesia.
Kata
kunci : Gerakan, Perubahan, Sosial, Islam dan Indonesia
ABSTRAC
"Social Movement as
Agent of Change: Study To Movement of Indonesia Islam Social",
masterpiece Fatahullah Jurdi, Idea Student of Faculty Islam Politics Ushuluddin
and Filsafat UIN Alauddin Makassar.
Purpose
of from writing of this masterpiece is to get picture about how the happening
of social change in public strived through movement of social, especially
movement of Islam social. They have done effort to reconstruct movement by
building each seriess in creating the change.
In masterpiece writes this, writer applies data collecting
technique through bibliography research method (library research), that is my book-book,
scientific journals, mass media, and situs internet. Data obtained usualy is
called as secondary data, then the data in processing with technique content
analysis to yield conclusion. Writer applies qualitative descriptive method in
data analysis with a view to explains how effort done by the social movement in
Indonesia, especially movement of Islam social in creating change of social
either in power area, and also in rest public area.
Conclusion of writer in masterpiece writes this is that, one of
way of strengthen that State can go forward namely by making a change in public
or more precisely awakes public so that can know their rights and obligations
as citizens by the way of educating it in all thing, especially in choosing
leader which will continuing leadership of nation to the fore his(its and
chooses leader capable to bring change and moves forward State and this Bangsa
and saves this State from ruination. This like leader expected to lead State
antah-barantah like Indonesia.
Keyword : Movement, Change, Social, Islam and Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tema ini penulis angkat mengingat
sudah banyaknya peran yang diberikan oleh gerakan-gerakan sosial, khususnya
gerakan sosial Islam untuk kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.
Bagaimana mereka telah memberikan peran yang sangat signifikan, sebagai tanda
kecintaan mereka terhadap Negara yang antah barantah ini.
Gerakan sosial selalu meneriakkan
aspirasi rakyat kepada para wakil rakyat. Akan tetapi, para wakil rakyat ini
hanya melihat itu sebagai sebuah ungkapan anak-anak yang tidak punya kerjaan,
padahal itu adalah masukan dan kritikan mereka terhadap kerja para rezim ini.
Supaya rezim ini memperbaiki perilakunya sebagai wakil dari rakyat, yang akan
menyampaikan aspirasi rakyat kepada penguasa, mereka harus menyampaikan bahwa
rakyat menginginkan ini dan itu.
Mereka selalu mengatakan
perubahan, padahal perubahan itu tidak pernah terjadi. Meski terjadi perubahan
itu, perubahan itu lebih pada arah kemunduran dan perubahan itu hanya menuju
pada kehancuran semua lini Bangsa, padahal Bangsa ini memang sudah
antah-barantah, dari sepeninggalnya sang Founding
Fathers dan juga sang proklamator Bangsa dan Negara ini.
Rezim otoriter peninggalan Orde
Baru, masih sangat kental melekat pada tubuh para rezim yang berkuasa pada saat
sekarang. Gerakan sosial, selalu membangun seri perlawanan dalam menghambat
kebijakan gila para rezin ini dalam menyiksa rakyat yang tidak pernah merasa di
siksa, itu karena akal busuknya para penguasa itu, yang pada akhirnya
melesetkan semuanya kepada hal-hal yang dianggap oleh rakyat itu sebagai sebuah
fantasi dan sangat mereka nikmati siksaan itu.
Penulis menulis karya ini untuk
bagaimana kita dapat mengetahui bagaimana keadaan ormas Islam Indonesia dan apa
saja yang menjadi perannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, lebih-lebih
dalam beragama. Ini sangat dirasakan dalam beberapa dekade terakhir ini,
bagaimana para anak-anak muda Islam memberikan pemahaman Islam yang lebih baik
bagi masyarakat yang pemahaman Islamnya masih dibawah standar sehingga
menganggap Islam ini sebagai agama yang mudah untuk kita bodoh-bodohi atau
dalam istilah Makassar-nya Pipakanakanai
atau patatoai, sehingga apa yang
diajarkan oleh Islam, kita tafsirkan dalam konteks yang sangat jauh bedanya
dari apa Islam katakan kepada kita lewat A-Qur’an dan Al-Hadits.
Sebagaimana ungkapan yang sering
dilontarkan oleh KH. Zainuddin MZ. Dalam setiap ceramahnya, beliau mengatakan “Islam mengajarkan awas...., ada hidup
sesudah mati, ada akhirat sesudah dunia, maka dari itu tingkat iman dan taqwa
kita kepada Allah Swt”, inilah ungkapan yang memberikan kesadaran kepada
kita umat Islam, untuk bagaimana supaya kita selalu beriman dan bertaqwa kepada
Allah Swt dengan iman dan taqwa yang sesungguh-sungguhnya, bukan untuk
main-main.
Banyak dari kader ormas Islam
Indonesia yang telah lolos menjadi kader yang sesungguhnya kader, yakni dari
mereka yang tidak mengetahui tentang Islam menjadi manusia yang lebih
mengetahui tentang apa dan bagaimana Islam itu. Akan tetapi, banyak pula kader
ormas Islam ini, dari yang Islamnya bagus atau biasa kita sebut dari yang
shalatnya bagus menjadi tidak bagus, sebab sudah dimasuki oleh pemahaman
keagamaan yang lain dari pemahaman keagamaan yang dibawa oleh Rasulullah Saw
sebagai Uswatun Hasanah (sebagai tauladan bagi umat manusia). Sifat
kepemimpinan yang diwariskan oleh Rasulullah sangatlah relevan untuk setiap
zaman, tidak saja untuk zamannya.
B. Rumusan Masalah
Dalam penulisan naskah ini penulis hanya membahas
berbagai rumusan masalah yang sempat penulis angkat dalam pembahasan, antaranya
adalah sebagai berikut:
1.
Apa yang dimaksud
dengan Gerakan Sosial?.
2.
Bagaimanakah cara kerja
gerakan sosial Islam di Indonesia dalam menciptakan perubahan dalam berbagai
sektor kehidupan di Indonesia?.
3.
Bagaimana kerja gerakan
sosial dalam menciptakan Negara Indonesia yang berkeadilan sosial?.
C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan
Beberapa kegunaan dalam proses penulisan
a.
Tujuan penulisan
Beberapa tujuan dari
penulisan karya tulis ini adalah;
1.
Untuk mengetahui sejauh
mana efek gerakan sosial bagi pembangunan demokrasi yang berkadilan sosial
dalam masyarakat Indonesia.
2.
Untuk mengukur tingkat
keterlibatan kekuatan gerakan sosial dalam proses partisipasi politik pasca
Orde serta bagaimana implikasinya terhadap kehidupan sosial Indonesia.
b.
Kegunaan penulisan
Beberapa kegunaan
dalam proses penulisan karya tulis ini yakni:
a.
Membantu kita untuk
memahami apa dan bagaimana gerakan sosial itu, serta apa saja perannya dalam
menciptakan perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
b.
Sebagai pisau analisis
dalam mengkaji tentang gerakan sosial dan hubungannya dengan perubahan sosial
yang terjadi di Indonesia, bagaimana gerakan sosial ini menciptakan perubahan
di Indonesia.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN GERAKAN
SOSIAL
Gerakan sosial
biasanya didefinisikan sebagai gerakan bersama sekelompok orang atau masyarakat
yang terorganisir tetapi informal bersifat lintas kelompok untuk menentang atau
mendesakkan perubahan. Banyak versi dan dimensi dari definisi gerakan sosial itu
tetapi Diani (2000), misalnya, menekankan pentingnya empat unsur utama, yaitu
(1) jaringan yang kuat tetapi interakisnya bersifat informal atau tidak
terstruktur. Dengan kata lain ada ikatan ide dan komitmen bersama di antara
para anggota atau konstituen gerakan itu meskipun mereka dibedakan dalam
profesi, kelas sosial, dll. (2) Ada sharing keyakinan dan solidaritas di
antara mereka; (3) ada aksi bersama dengan membawa isu yang bersifat
konfliktual. Ini berkaitan dengan penentangan atau desakan terhadap perubahan
tertentu; (4) Aksi tuntutan itu bersifat kontinyu tetapi tidak terinstitusi dan
mengikuti prosedur rutin seperti dikenal dalam organisasi atau agama, misalnya.
Dengan demikian, bisa
diidealkan bahwa gerakan sosial sesungguhnya berangkat dari kesadaran
sekelompok orang atas kepentingannya. Meskipun selalu dibutuhkan kepemimpinan
di dalam semua gerakan sosial tersebut, tetapi keuntungan (value-added)
dan capaiannya selalu harus kembali kepada konstituen gerakan dan bukan kepada
pemimpinnya. Tulisan-tulisan tentang gerakan sosial baru di Indonesia cenderung
memberikan penekanan pada peran pemimpin dan keuntungan yang kembali kepada
mereka. Sedikit sekali, keberhasilan, jika ada, dari gerakan itu langsung
memberikan keuntungan kepada konstituen gerakan itu.
Tiga buku berikut
mungkin bisa dijadikan contoh, yaitu (1) Aktor Demokrasi, Catatan Tentang
Gerakan Perlawanan di Indonesia (Arief Budiman at al. [ed.], ISAI 2001);
(2) Gelombang Perlawanan Rakyat, Kasus-Kasus Gerakan Rakyat di Indonesia
(N. Kusuma at. al. [ed.], Insist, 200); (3) Gerakan Sosial, Wahana Civil
Society bagi Demokratisasi (Iwan Gardono Sujatmiko [ed.], LP3ES, 2006).
Saya ingin memberikan beberapa kesimpulan dari hasil bacaan saya terhadap
narasi tentang gerakan sosial di Indonesia tersebut. Bahwa: 1. gerakan itu
lebih menguntungkan pemimpin atau yang dianggap sebagai pemimpin dan karena itu
ukuran capaiannya lebih dilihat apakah gerakan itu cukup memberikan impactkepada
mereka; 2. gerakan-gerakan itu juga umumnya diinisiasi oleh para pemimpin itu
ketimbang atas kesadaran konstituen sejak semula. 3. Beberapa gerakan yang
termuat di dalam buku ini juga bermula dari dukungan donasi dari luar sebagai
pendukung utama, baik luar negeri maupun luar kelompok itu, yang menunjukkan
intervensi tertentu atas pergulatan isu yang diperjuangkan.
Dalam
mendefinisikan tentang gerakan sosial, sudah banyak para pemerhati gerakan
sosial dari Barat yang memberikan definisi tentang gerakan sosial. Ada beberapa
definisi umum tentang gerakan sosial. Menurut Piotr Sztompka (2004: 325)
gerakan sosial adalah:
v Kolektivitas orang yang bertindak bersama.
v Tujuan bersama tindakannya adalah perubahan tertentu
dalam masyarakat mereka yang ditetapkan partisipan menurut cara yang sama.
v Kolektivitasnya
relatif tersebar namun lebih rendah derajatnya daripada organisasi formal.
v Tindakannya
mempunyai derajat spontanitas relatif tinggi namun tak terlembaga dan bentuknya
tak kontroversional.
Gerakan
Sosial Baru atau yang disebut dengan GSB itu muncul pada masyarakat Barat
modern sejak 1960-an, yang terkait dengan gerakan mahasiswa, potensi
anti-perang vietnam, perjuangan hak-hak sipil dan gerakan perempuan. Gerakan
sosial baru biasanya dianggap mencakup feminisme, politik lingkungan, gerakan
perdamaian bdan politik kultural. Gerakan Sosial Baru ini dilihat terpisah dari
gerakan buruh yang lebih tradisional.
Menurut
Chris Barker (2005: 167-169), bahwa “pada
tahun 1960-an telah muncul yang namanya Gerakan Sosial Baru atau yang biasa
disebut dengan GSB di masyarakat-masyarakat Barat modern, yang terkait dengan
gerakan mahasiswa, potensi anti-perang Vietnam, perjuangan hak-hak sipil dan
gerakan perempuan”. Gerakan Sosial Baru biasanya dianggap mencakup
feminisme, politik lingkungan, gerakan perdamaian bdan politik kultural.
Gerakan Sosial Baru ini dilihat terpisah dari gerakan buruh yang lebih
tradisional.
Menurut
Touraine (1981) dan Melluci (1980, 1981, 1989), dalam Chris Barker (2005: 167-168), mangatakan
bahwa Politik radikal kontem-porer sedang memisahkan diri dari determinasi
kelas, mereka ini terorganisasi lewat Gerakan-gerakan Sosial Baru, seperti yang
diungkapkan oleh kedua penulis ini dalam bukunya masing-masing. Gerakan Sosial
Baru semakin menjadi kolektivitas sosial politik dengan suara keras yang
basisnya berada diluar tempat kerja. GSB ini muncul dari pencapaian dalam hal
kebersamaan, kedekatan, dan kontinuitas. Seperti yang diungkapkan oleh Melluci
(1989: 34), mengatakan bahwa; “pembentukan identitas kolektif adalah proses
yang halus/rapuh dan membutuhkan investasi/usaha yang terus-menerus”.
Kemunculan
Gerakan Sosial Baru berkorelasi dengan melemahnnya kepastian hubungan antara
kelas dengan keberpihakan politik. “studi-studi
tentang perilaku mencoblos/voting dan aktivisme menunjukkan adanya penurunan
yang stabil dalam hal komitmen politik antara kelas-kelas utamaatau
kategori-kategori kerja di satu sisi dengan partai-partai politik besar disisi
lainnya…. Sejak akhir 1960-an…. Indeks pemilihan kelas terus menunjukkan
penurunan”. Gerakan sosial baru yang muncul pada saat itu sangatlah bagus
apabila prinsip dan cara kerjanya di pakai oleh para aktivis organisasi pada
saat ini. Sehingga mampu menciptakan ide-ide baru dan mampu menjadi salah satu
organisasi yang bernama dan bisa dikatakan sukses. Contohnya PuKAP, yang pada
saat ini telah banyak memberikan perubahan terhadap kondisi politik di negeri
yang antah-barantah ini, yang apabila kita mampu menafsirkan apa yang menjadi
tujuan dari PuKAP ketika mengkritik pemerintah dan parpol-parpol yang menamakan
dirinya sebagai parpol Islam, itu sebagai sebuah masukan yang sangat berharga
dan yang akan mampu membangkitkan jiwa politik yang lebih baik dari itu. Dan
supaya parpol yang di kritik itu mengetahui kesalahan-kesalahannya, sangatlah
egois seseorang ataupun sekelompok orang tidak mengakui kesalahannya,
Rasulullah sendiri telah mengatakan bahwa ”tidak ada yang namanya manusia tanpa kesalahan dan
itu sangatlah mustahil dan tidak masuk akal, akan tetapi, ketika orang itu
tidak terlihat kesalahannya karena kesalahan tersebut selalu ditutupi oleh
kebaikan yang dia lakukan dan mungkin kesalahan yang dia lakukan sangatlah
kecil sehingga itu tidak masuk dalam hitungan. Manusia itu tidak luput dari
kesalahan dan dosa, siapapun itu, entah itu Nabi dan bahkan Rasulullah sendiri
sebagai utusan teristimewanya Allah kepada umat manusia”.
Banyak
diantara gerakan sosial yang sangat apatis terhadap Pemilihan Umum dan memicu
masyarakat untuk tidak memberikan suara. Bahkan mereka selalu mengatakan “semakin banyak anda memilih maka semakin
memberikan peluang terhadap para koruptor untuk menguasai konteks politik dan
menjarah habis keuangan Negara dan menindas serta merampas hak-hak anda”.
Menurut penulis ini adalah suatu realitas yang terjadi didalam konteks politik
dan pemerintahan pada saat sekarang, sebab sangat banyak pemimpin yang menjual
aset-aset penting Negara kepada para Korporasi Asing dan memberikan kewenangan
kepada korporasi asing untuk menggarap habis-habisan Sumber Daya Alam yang
dimiliki oleh Indonesia, sampai benar-benar terkuras habis, itu karena sifat
pemimpin yang tidak memiliki rasa tanggungjawab dan rasa peduli terhadap
lingkungan serta rasa kasihan kepada rakyat yang selalu ditindas.
Gerakan
sosial merupakan suatu gerakan yang melakukan kontrol terhadap negara, memiliki
rasa sosialisme yang tinggi dan menginginkan suatu perubahan terjadi di dalam
masyarakat. Piotr Sztompka (2004: 332-336) mengemukakan beberapa tipe gerakan
sosial yang menurut pemikir ilmu sosial dan politik sebagai tipe gerakan sosial
murni
1.
Gerakan
sosial yang berbeda menurut bidang perubahan yang diinginkan. Ada gerakan
sosial yang terbatas tujuanya; hanya untuk mengubah aspek tertentu kehidupan
masyarakat tanpa menyentuh inti struktur institusinya, gerakan yang hanya
menginginkan perubahan “didalam” ketimbang perubahan masyarakatnya sebagai
keseluruhan. Ini disebut sebagai gerakan reformasi.Neil Smelser dengan tipologi yang sama akan tetapi
rumusan yang lain, membedakan antara; gerakan yang berorientasi norma dan
gerakan yang berorientasi nilai. Gerakan yang berorientasi norma adalah
tindakan memobilisasi atas nama keyakinan umum (ideologi bersama) yang
mengimpikan penataan ulang norma. Sedangkan gerakan yang berorientasi nilai
adalah tindakan kolektif yang dimobilisasi atas nama keyakinan umum yang
menginginkan penataan ulang nilai. Menurut Smelser, nilai menyediakan pedoman
fundamental untuk bertindak. Nilai menetapkan dan mengatur tujuan upaya
manusia. Sedangkan, Norma adalah alat untuk memilih cara yang tepat dalam
mengejar tujuan akhir (Ibid: 27).
2.
Gerakan
sosial yang berbeda dalam kualitas perubahan yang diinginkan. Ada gerakan yang
menekankan pada inovasi, berjuang untuk memperkenalkan institusi baru, hukum
baru, bentuk kehidupan baru, dan keyakinan baru. Gerakan inilah yang dapat
memurtadkan masyarakat dari keyakinannya masing-masing.
3.
Gerakan
yang berbeda dalam target perubahan yang diinginkan. Ada yang memusatkan
perhatian pada perubahan struktur sosial; ada pula yang pada perubahan
individual.
4.
Gerakan
sosial yang mengenai “arah perubahan yang diinginkan”. Kebanyakan gerakan
mempunyai arah positif. Gerakan seperti itu
mencoba memperkenalkan perubahan tertentu, membuat perbedaan.
5.
Gerakan
sosial yang berbeda dalam strategi yang melandasi atau “logika tindakan mereka”
(Rucht, 1988). Ada yang menyikuti logika instrumental; gerakan ini berjuang
untuk mendapatkan kekuasaan politik dan dengan kekuatan politik itu memaksakan
perubahan yang diinginkan dalam peraturan hukum. Institusi,
dan organisasi masyarakat. Tujuan utamanya adalah kontrol politik.
6.
Perbedaan
tipe gerakan sosial yang ditemukan sangat menonjol dalam epos sejarah
berlainan. Ini memungkinkan kita untuk membedakan dua tipe besar yang berkaitan
dengan sejarah modern. Gerakan yang menonjol di fase awal modernitas memusatkan
perhatian pada kepentingan ekonomi; anggota umumnya direkrut dari satu kelas
sosial tertentu, organisasinya kaku, desentralisasi.
7.
Bila
orang melihat pada masyarakat konkrit, pada waktu historis konkret, disitu akan
selalu tampak susunan gerakan sosial yang kompleks dan heterogen, mencerminkan
perbedaan tipe gerakan seperti yang telah dibahas diatas. Pada tingkat hubungan
sosial yang ruwet ini akan terlihat suatu fenomena yang menonjol. Terutama akan
diketahui antara gerakan dan gerakan tandingan dalam konflik longgar yang
saling merangsang dan memperkuat kualitas (Zald & Useem, 1982: 1).
B. GERAKAN SOSIAL ISLAM
INDONESIA
Setelah rezim orde baru
meninggalkan panggung politik (reformasi), reformasi telah membuka jalan baru
bagi Indonesia, Indonesia yang dulu dikuasai oleh rezim militer otoriter yang
sangat gila akan harta dan lebih-lebih gila terhadap kekuasaan sehingga seorang
rezim seperti Soeharto memimpin Indonesia selama 32 tahun. Sekarang Indonesia
sebagai Negara sebuah Negara yang menjunjung tinggi hak asasi manusia. Telah
banyak memberikan jalan baru bagi para generasi muda untuk bagaimana mereka
memandang kehidupan bangsa ini kedepan dengan berbagai gaya yang diberikan oleh
gerakan tempat mereka dikader.
Di
Indonesia terdapat lima organisasi mahasiswa ekstra universitas atau sering
dinamakan ormas mahasiswa, yang cukup menonjol, yaitu HMI Dipo (Himpunan
Mahasiswa Islam), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), IMM (Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah), HMI MPO (Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat
Organisasi) dan KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia). Kesemuanya
menarik untuk dikaji karena sama-sama membawa label Islam sebagai identitas
organisasinya, namun memiliki corak wacana dan strategi perjuangan yang khas.
Berikut sekilas perjalanan dari ormas mahasiswa Islam tersebut:
1. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Dipo dan Himpunan
Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (HMI MPO)
a. HMI Dipo
HMI lahir ditengah-tengah suasana revolusi untuk mempertahankan
kemerdekaan, yaitu pada 5 Februari 1947 di kota Yogyakarta. Lafran Pane dan
kawan-kawan merasa prihatin dengan kondisi umat Islam saat itu yang
terpecah-pecah dalam berbagai aliran keagamaan dan politik serta jurang
kemiskinan dan kebodohan. Oleh karena itu dibutuhkan langkah-langkah strategis
untuk mengambil peranan dalam berbagai aspek kehidupan. Kemudian didirikanlah
wadah perkumpulan mahasiswa Islam yang memiliki potensi besar bagi terbinanya insan
akademik, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas
terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah.
Dalam perjalanannya, HMI telah banyak melahirkan kader-kader pemimpin
bangsa. Hampir di sepanjang pemerintahan Orde Baru selalu ada mantan kader HMI
yang duduk di kabinet. Hal ini tentunya tidak lepas dari peran signifikan HMI
dalam keikutsertannya menumbangkan Orde Lama serta menegakkan Orde Baru. Selain
itu, sebagai ormas mahasiswa Islam yang independen dan bergerak dijalur
intelektual, tidak jarang HMI melahirkan gerakan pembaharuan pemikiran Islam
kontemporer di Indonesia. Beberapa kader HMI bahkan sering melontarkan wacana
pemikiran Islam yang mengundang kontroversi. Misalnya saja wacana sekulerisasi
agama yang diungkapkan Nurcholish Madjid melalui slogannya yang terkenal “Islam
Yes, Partai Islam No!.”
b. HMI MPO
Kebijakan pemerintah memberlakukan asas tunggal Pancasila sebagai
satu-satunya dasar ormas mendapat tantangan yang cukup beragam dari kalangan
umat Islam. Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (HMI MPO)
sebagai organisasi pecahan/faksi dari HMI yang disebutkan sebelumnya, terlahir
akibat konflik berkepanjangan dalam menyikapi penerimaan asas tunggal tersebut.
PB (Pengurus Besar) HMI melalui jumpa pers pada 10 April 1985 di Yogyakarta
mengumumkan tentang penerimaan asas Pancasila oleh HMI. Sikap ini dinilai
sebagian cabang seperti Yogyakarta, Jakarta, Bandung, Ujungpandang, Purwokerto
sebagai kesalahan besar PB HMI karena tidak melalui forum kongres. Konflik
tersebut berujung pada munculnya perlawanan dari cabang-cabang yang kemudian
melahirkan HMI MPO pada 15 Maret 1986 di Jakarta, sebagaimana tercantum dalam
buku Berkas Putih yang terbit 10 Agustus 1986[9].
Setelah beberapa tahun HMI MPO lebih banyak melakukan aktifitas gerakannya
secara sembunyi-sembunyi, pada tahun 1990-an ketika pemerintah mulai menjalin
hubungan baik dengan Islam, HMI MPO mulai nampak kembali kepermukaan. Di
beberapa daerah yang merupakan basis HMI MPO seperti Yogyakarta, Bandung,
Ujungpandang dan Purwokerto kader-kader mereka cenderung radikal dan lebih
militan. Pada kenyataannya represi negara justeru membuat HMI MPO menjadi lebih
matang dan kuat.
HMI MPO sendiri sedikit mengalami pergeseran, jika pada awalnya gerakan
mereka cenderung fundamentalis dan eksklusif. Pada akhirnya mereka mulai
terbuka dengan memperluas cakrawala pengetahuan sehingga mampu menyesuaikan
diri dengan perubahan. Tidak heran jika banyak yang menilai HMI MPO sebagai
organisasi Islam yang lebih modernis saat ini.
2. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)
Nahdlatul
Ulama (NU) sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia pada tanggal 17 April 1960
di Surabaya mendirikan sebuah organisasi sebagai wadah pergerakan angkatan
mudanya dari kalangan mahasiswa yakni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
(PMII). Pada perkembangannya di awal tahun 1970-an PMII secara struktural
menyatakan diri sebagai organisasi independen, terlepas dari ormas apa pun,
termasuk dari sang induknya, NU.[7]
Pada masa
pergerakan mahasiswa 1998, menjelang peristiwa jatuhnya Soeharto, PMII bersama
kaum muda NU lainnya telah bergabung dengan elemen gerakan mahasiswa untuk
mendukung digelarnya people’s power dalam menumbangkan rezim Soeharto. Sikap
ini telah jauh mendahului sikap resmi kiai senior NU yang lebih konservatif
yakni senantiasa menjaga kedekatan dengan pusat kekuasaan untuk membela
kepentingan pesantren. Di jalur intelektual PMII banyak mengembangkan dan
mengapresiasikan gagasan-gagasan baru, misalnya mengenai hak asasi manusia,
gender, demokrasi dan lingkungan hidup.
3. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)
Ketika
situasi nasional mengarah pada demokrasi terpimpin yang penuh gejolak politik
di tahun 1960-an, dan perkembangan dunia kemahasiswaan yang terkotak-kotak
dalam bingkai politik dengan meninggalkan arah pembinaan intelektual, beberapa
tokoh angkatan muda Muhammadiyah seperti Muhammad Djaman Alkindi, Rosyad Soleh,
Amin Rais dan kawan-kawan memelopori berdirinya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
(IMM) di Yogyakarta pada tanggal 14 Maret 1964.
Sebagai
organisasi otonom (ortom) Muhammadiyah sifat dan gerakan IMM sama dengan
Muhammadiyah yakni sebagai gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar. Ide
dasar gerakan IMM adalah; Pertama, Vision, yakni membangun tradisi intelektual
dan wacana pemikiran melalui intelectual enlightement (pencerahan intelektual)
dan intelectual enrichment (pengkayaan intelektual). Strategi pendekatan yang
digunakan IMM ialah melalui pemaksimalan potensi kesadaran dan penyadaran
individu yang memungkinkan terciptanya komunitas ilmiah.
Kedua,
Value, ialah usaha untuk mempertajam hati nurani melalui penanaman nilai-nilai
moral agama sehingga terbangun pemikiran dan konseptual yang mendapatkan
pembenaran dari Al Qur’an. Ketiga, Courage atau keberanian dalam melakukan
aktualisasi program, misalnya dalam melakukan advokasi terhadap permasalahan
masyarakat dan keberpihakan ikatan dalam pemberdayaan umat[8].
4. Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI)
KAMMI
terbentuk dalam rangkaian acara FS LDK (Forum Sillaturahmi Lembaga Da’wah
Kampus) Nasional X di Universitas Muhammadiyah Malang tanggal 25-29 Maret 1998.
Setidaknya ada dua alasan terbentuknya KAMMI, pertama, sebagai ekspresi
keprihatian mendalam dan tanggung jawab moral atas krisis dan penderitaan rakyat
yang melanda Indonesia serta itikad baik untuk berperan aktif dalam proses
perubahan. Kedua, untuk membangun kekuatan yang dapat berfungsi sebagai peace
power untuk melakukan tekanan moral kepada pemerintah.[10]
Selanjutnya
bersama elemen gerakan mahasiswa lainnya, KAMMI melakukan tekanan terhadap
pemerintahan Orde Baru melalui gerakan massa. Dalam pandangan KAMMI, krisis
yang terjadi saat itu adalah menjadi tanggung jawab pemimpin dan pemerintah
Indonesia sebagai pengemban amanah rakyat. Karena itu untuk memulai proses
perubahan tersebut mesti diawali dengan adanya pergantian kekuasaan. Rezim Orde
Baru dengan segala macam kebobrokannya, harus diganti dengan pemerintahan yang
bersih dan berwibawa.
Setelah
tidak kuat menahan desakan rakyat, akhirnya Soeharto dengan terpaksa meletakkan
jabatannya. Namun bagi KAMMI, proses reformasi di Indonesia belumlah selesai,
masih membutuhkan proses yang panjang. Lewat Muktamar Nasional KAMMI yang
pertama, 1-4 Oktober 1998, KAMMI memutuskan diri berubah dari organ gerakan
menjadi ormas mahasiswa Islam. Peran utamanya adalah untuk menjadi pelopor,
pemercepat dan perekat gerakan pro-reformasi.
C. GERAKAN SOSIAL DALAM MEMBANGUN INDONESIA
YANG BERKEADILAN SOSIAL
Ketika kita bermimpi untuk
menjadi sebuah Negara yang berkeadilan sosial yang tinggi. Maka, harus terlebih
dahulu Negara itu mempunyai penguasa yang tidak otoriter dan tidak berlaku
semena-mena terhadap masyarakat. Sebab dengan penguasa yang berlaku
semena-mena, akan menciptakan ketidak-seimbangan dalam kehidupan sosial dan
banyak sekali menciptakan kecemburuan sosial yang begitu besar dalam kalangan
masyarakat, sehingga terjadilah yang namanya kudeta.
Pancasila adalah merupakan dasar
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam Pancasila sudah tercantum semua apa
yang menjadi cita-cita Negara Indonesia, sebab dalam semua sila pancasila sudah
terdapat cita-cita Negara yang demokratis misalnya adalah sila kelima yang
berbunyi Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, ini adalah cita-cita Negara
demokratis, bagaimana mereka menginginkan supaya rakyat atau penduduknya
mendapatkan keadilan yang sama rata, tanpa melihat status, suku, ras dan
lebih-lebih jabatannya. Sebab ketika keadilan itu melihat semua itu maka yang
rasnya lebih kuat, akan tidak dikenai hukuman meski mereka bersalah.
Ciri Negara yang memiliki
keadilan sosial yang tidak memandang sebelah adalah 1) yang salah disalahkan,
yang benar dibenarkan, 2) tidak membantu yang salah meski itu adalah sanak
family kita sendiri, 3) yang salah dihukum sesuai dengan pelanggarannya, yang
benar dilindungi dengan hukum pula, 4) jika seorang presiden berbuat salah maka
harus dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku (jangan, karena dia seorang
presiden, meski mencuri atau mengkorup uang Negara diberi hukuman yang sangat
ringan, bahkan kerapkali tidak pernah disentuh oleh hukum). Jika ada penguasa
yang memiliki sifat tersebut, maka Negara Indonesia akan menjadi Negara yang
adil dan makmur.
Dengan adanya gerakan sosial ini,
akan memberikan jalan baru bagi penegakan hukum di Indonesia yang dirasa
semakin hilang. Sebab spirit anak-anak muda dalam menetukan masa depan bagi
Bangsa dan Negara sangat besar, apalagi sekarang sudah ada yang namanya
Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, dan lain sebagainya, yang dibentuk
setelah amandemen UUD 1945 yang ketiga (2003) dan keempat (2004). Dalam
amandemen yang ketiga dibentuknya Mahkamah Konstitusi untuk menjaga dan
menafsirkan konstitusi guna untuk menciptakan Negara yang adil dan demokratis.
Pancasila-nya Indonesia, telah
menjadi panca yang begitu sial, sebab
apa-apa yang dikatakan oleh pancasila adalah omong kosong belaka dan bahkan
kerapkali hanya menjadi semacam dogeng pengantar tidur, sehingga ketika
penguasa lalim yang ada di Indonesia mengucapkan kalimat yang ada dalam semua
sila yang ada di pancasila, masyarakat seakan-akan terhipnotis dengan
sendirinya, mereka langsung merasa kantuk. Mereka sudah mengetahui terlebih
dahulu bahwa kata-kata itu adalah merupakan omong kosongnya penguasa untuk
mencari perhatian dan untuk mencari massa yang akan mendukungnya dalam
pencapaian hasrat kekuasaan yang begitu gila yang ada dalam dirinya. Ketika
kita menginginkan Negara yang berkeadilan sosial yang tinggi, maka kita harus
menghapus penguasa yang tidak memiliki integritas dan kejujuran pribadi, ketika
penguasa yang memiliki sifat seperti ini tidak ada dalam lingkungan penguasa,
maka percayalah bahwa mimpi menjadi Negara yang berkeadilan sosial itu akan
menjadi nyata. Disamping itu, kriteria pemimpin sebagaimana yang dicerminkan
oleh Rasulullah sebagai tauladan umat manusia harus dimiliki oleh penguasa
sekarang, seperti, Pertama, Bertakwa Kepada Allah SWT, Kedua, Siddiq, Ketiga, Tabligh, Keempat,
Fathonah, Kelima, Amanah, Keenam, Adil, Ketujuh, Bersahaja
(Fajlurrahman
Jurdi, 2007; 87-91).
BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan
Untuk menutup penulisan ini, ada
beberapa kesimpulan yang dapat penulis tarik dalam pembahasan tentang “Gerakan
Sosial sebagai Agent of Change: Studi
terhadap Gerakan Sosial Islam Indonesia”, diantaranya adalah:
a.
Gerakan sosial didunia telah banyak mengubah wajah dunia,
contohnya gerakan antibus di AS yang menentang pemaksaan terhadap metode
integrasi rasial di sekolah, juga gerakan ’pertahanan diri’ petani polandia
menentang suku bunga tinggi dan biaya hidup yang mahal.
b.
Gerakan sosial
Islam telah banyak menciptakan perubahan dalam berbagai sektor kehidupan dalam
masyarakat Indonesia, misalnya gerakan anak-anak UIN dalam merespon disahkannya
UU BHP.
2. Saran
Sedangkan untuk memberikan saran
atau rekomendasi dalam penulisan naskah ini, maka ada beberapa saran yang dapat
penulis ajukan dalam sehingga saya sendiri sulit untuk memberikan saran dan
masukan, yakni;
1.
Untuk menciptakan
perubahan yang lebih baik Indonesia, kita harus memahami bagaimana jalannya
kehidupan sosial di Indonesia.
2.
Agar lebih baik, bagi
gerakan sosial Islam harus memahami peta politik yang sedang terjadi dan
bagaimana konsep perubahan yang diinginkan.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Buku-buku,
Aly, Rum, (2004), ”Menyilang Jalan Kekuasaan Militer Otoriter:
Gerakan Kritis Mahasiswa Bandung Di Panggung Politik Indonesia 1970-1974”,
Jakarta, Kompas.
Bagus, Lorens, 2000, ”Kamus Filsafat”, Jakarta, Gramedia
Pustaka Utama.
Barker, Chris., 2005, “Cultural
Studies: Teori dan Praktek”,
Yogyakarta, Bentang. Di
terjemahkan dari, “Cultural Studies: Theory and Practice”, 2000,
London, Sage Publications.
Crook, S., J. Pakulski, dan M.
Waters, 1992, “Postmodernization”,
London dan Thausand Oaks, CA, Sage.
Fatah, Eep Saifullah, (1999), “Membangun Oposisi: Agenda-Agenda Perubahan
Politik Masa Depan”, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.
Melucci, A, 1980, “The New Social Movements: A Theoretical Approach”, Social
Science Information, 19 (2).
------------------, 1981, “Ten Hypotheses For The Analysis Of New
Movements”, dalam D. Pinto (ed.) “Contemporary Italian Socoilogy,
Cambridge, Cambridge University Press.
Sztompka, Piotr, 2004, “Sosiologi Perubahan Sosial”, Jakarta,
Prenada Media.
Touraine, A., 1981, “The Voice and The Eye: An Analysis Of Social Movements,
Cambridge, Cambridge University Press.
Waloni, Dr. M. Yahya, Pidato “Silaturrahim Mantan Pendeta GKI Papua”, di
Pondok Pesantren Pamekasan, Madura, Kamis 08 November 2007.
Farhan, Ishak Ahmad, (2002), ”Menyiasati Perang Peradaban: Tarbiyah Islam Melawan Ekspansi Kaum Zionis”, Jakarta, Harakah.
IMM, (1998), “Sejarah Kelahiran dan Perkembangan Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah”, Dokumen yang tidak di terbitkan.
Latif, Yudi, (2005), “Inteligensia
Muslim dan Kuasa: Genealogi
Inteligensia Muslim Indonesia Abad ke-20”, Bandung,
PT. Mizan Pustaka.
Mughni, Syafiq . A, (2002), “Dinamika Intelektual Islam: Pada Abad Kegelapan”, Surabaya,
Lembaga Pengkajian Agama dan Masyarakat (LPAM).
Mulia, Musdah, (2007), “Menuju
Kebebasan Beragama di Indonesia” dalam Abd Hakim dan Yudi Latif (penyunting), “Bayang-bayang
Fanatisisme”, PSIK
Universitas Paramadina.
Nashir,
Dr. Haedar, (2007), “Gerakan
Islam Syariat; Reproduksi Salafiyah Ideologis di Indonesia”, Jakarta, PSAP.
Nasution, Harun, (1975), ”Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan”,
Jakarta, Bulan Bintang.
Sanit, Arbit, (1998), ”Mahasiswa Menggugat: Potret Gerakan
Mahasiswa Indonesia 1998”, Bandung, Pustaka Hidayah.
Yustika, Ahmad Erani, (2003), ”Negara vs Kaum
Miskin”, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Budiman, Arief., at al. [ed.], (2001)
“Aktor Demokrasi: Catatan Tentang
Gerakan Perlawanan di Indonesia” ISAI.
Kusuma, N., at. al. [ed.], (2004),
“Gelombang Perlawanan Rakyat: Kasus-Kasus Gerakan Rakyat di Indonesia”,
Yogyakarta, Insist Press.
Sujatmiko, Iwan Gardono., [ed.],
(2006), “Gerakan Sosial: Wahana Civil Society bagi Demokratisasi”, LP3ES.
Jurdi, Fajlurrahman., at al.
[ed], (2009), “Gerakan Sosial Islam:
Genealogi Habitus Muhammadiyah”, Yogyakarta, PuKAP-Indonesia bekerjasama
dengan ”The Habitus School”, DPD
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Sulsel dan DPD KNPI Sulsel.
2.
Koran
3.
Majalah
4.
Internet
Tidak ada komentar:
Posting Komentar