Rabu, 14 Desember 2011

Paham-Paham Dalam Islam dan Dampak-Dampknya Terhadap Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara


PAHAM-PAHAM  DALAM ISLAM DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEHIDUPAN DALAM MASYARAKAT
                                                                                                               
Di dalam dunia yang modern, ada  satu konsep yang kebanyakannya dipengaruhi oleh kekuasaan dari paham sekularisme dan ini sebagai kebebasan  
Diskusi tentang konsep dari kebebasan di dalam Barat hari ini
sangat dipengaruhi oleh dugaan Renaisance dan post-Renaisance manusia
bahwa sulit untuk mempertimbangkan maksud dan arti dari kebebasan
dalam konteks suatu peradaban yang tradisional seperti Islam.
 (S.H.Nasr)

Islam yang ada di Indonesia ini sudah sangat banyak dan bahkan tidak mampu untuk dihitung dengan jari. Yang sangat memberikan pengaruh terhadap perkembangan aliran-aliran tersebut adalah adanya Hak Asasi Manusia (HAM), ketika orang lain menyoroti mereka dan mengatakan mereka telah mendirikan aliran sesat, mereka membantah dengan mengata-kan bahwa itu hak kita masing-masing. Di Jawa banyak sekali aliran yang agak-agak melenceng dari ajaran Islam yang sebenarnya dan di Jawa-lah tumbuh suburnya aliran ini yang pada dekade-dekade tertentu akan menyebar ke berbagai.
Di Jawa sangat banyak aliran yang menamakan diri Islam padahal mereka telah keluar dari real ajaran Islam yang sebenarnya, yakni ajaran Islam yang pernah diajarakan oleh Nabiullah Muhammad SAW
Banyak sekali orang yang mengatakan dirinya sebagai ulama yang sangat pintar dalam hal beragama. Akan tetapi,  justeru mereka inilah yang banyak sekali  membuat umat menjadi umat yang penuh dengan dilema dan penuh dengan tanda tanya, karena para ulama yang mengaku pintar dalam hal beragama itulah yang sekarang mendirikan aliran-aliran dalam Islam. Padahala pada saat ini umat sendiri sedang menghadapi dilema yang begitu besar, karena perilaku para pengkhianat agama atau kita sebut saja mereka sebagai pelacur dalam agama dan dan pada saat ini umat selalu bertanya  ”dari sekian banyak aliran Islam yang tumbuh di Indonesia ini manakah yang benar-benar Islam”, umat menjadi bingung dan penuh dengan dilema dan keresahan yang sangat menggugah hati. Muhammadiyah mengatakan bahwa Muhammadiyahlah yang benar dan yang menjunjung tinggi ajaran Islam, kemudian NU juga mangatakan bahwa NU-lah yang benar-benar menjunjung tinggi ajaran Islam yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Sekarang sudah banyak sekali aliran seperti aliran Islam liberal, aliran Islam pluralis, aliran Islam fundamntalis, aliran Islam modernis, dan banyak sekali. Aliran-aliran ini selalu mencari kader yang akan melanjutkan perjuangan dan yang akan menyebarkan aliran tersebut supaya dapat di terima oleh masyarakat yang banyak dan supaya cepat berkembang di kalangan masyarakat dan yang menjadi sasaran utamanya adalah masyarakat awam yang tidak terlalu mengetahui kebejatan mereka. Ajaran-ajaran atau aliran-aliran yang sedang berkembang dalam masyarakat Indonesia sekarang adalah sangat inheren dan sangat banyak macamnya dan ini pulalah yang membuatnya menjadi semakin bingung dengan keadaan Islam Indonesia, dan Indonesia yang katanya sebagai negara yang paling banyak mayoritas Muslimnya.
A.    ALIRAN ISLAM LIBERAL/JARINGAN ISLAM LIBERAL (JIL)
Paham liberal dalam Islam adalah paham yang sangat kotroversial dengan Islam yang telah diajarkan  Rasulullah SAW. Karena paham ini adalah paham yang dilain pihak mendukung atau mengatakan bahwa agama yang selain agama Islam itu adalah benar. Padahal mereka ini telah berikrar dan telah menyebut kalimat syahadat, yakni mengaku beragama Islam dan akan berjuang membela Islam. Akan tetapi dilain waktu mereka ini pulalah yang mengatakan bahwa agama yang selain Islam itu adalah benar dan bisa saja merekalah yang akan masuk Syurga. Mereka ini adalah generasi yang memiliki sifat Al-Munafikin yang sangat dilarang oleh Islam dan orang yang memiliki sifat ini diancam oleh Allah SWT dengan azab Neraka.
Mereka ini juga percaya terhadap bunyi ayat Al-Qur’an yang mengatakan: “Innaddi Na Indallahal Islam” yakni “tidak ada agama lain yang diterima disisi Allah kecuali Islam”. Dari sini kita dapat melihat bagaimana Allah itu mengecam orang-orang yang telah meyakini agama yang bukan Islam. Akan tetapi, mereka ini menganggap bahwa apa yang telah Allah sebutkan dalam Al-Qur’an dan apa yang telah Allah beri batasan dalam Al-Qur’an itu tidak mereka pedulikan, padahal mereka percaya akan hal itu, mungkin mereka akan menunggu azab dari Sang Pencipta Langit dan Bumi yang Maha Agung dan Maha Penyayang.
Seperti yang dikatakan oleh Agus Hasan Bashar. Beliau mengatakan bahwa Ulil Abshar Abdalla beserta jaringannya yakni Jaringan Islam Liberal yang biasa kita kenal dan biasa orang sebut dengan JIL, pernah menurunkan tulisan diharian Kompas dengan judul Menyegarkan Kembali Pemikiran Islam. Tulisan tersebut telah banyak menimbulkan reaksi karena bernada Makar dan Terror. Berikut ini adalah konstribusinya Pak Agus Hasan Bashar dalam mengkritik makalah tersebut[1]:
Pertama, Ulil Abshar Abdalla mengatakan: “saya meletakkan Islam pertama-tama sebagai sebuah “Organisme” yang hidup; sebuah agama yang berkembang sesuai dengan denyut nadi perkembangan manusia. Islam bukan sebuah “Monument” mati yang dapat dipahat pada abad ketujuh masehi, lalu dianggap “Patung” yang indah yang amat menonjol saat ini sudah saatnya suara lantang dikemukakan untuk menandingi kecenderungan ini”.
Menurut Hasan Bashar, Ulil menggunakan pendekatan sosiologi yang menganggap Islam sebagai fenomena sosial. Yang menurutnya Ulil mengikuti August Comte (seorang Bapak Sosiologi Sekuler yang berasal dari Perancis) yang menganggap agama sebagai fenomena sosial semata. Dengan demikian ajaran para Nabi ditafsirkan sebagai ajaran yang bukan berasal dari Tuhan melainkan ajaran itu dibikin oleh Nabi-Nabi itu sendiri yang merupakan manusia biasa. Ia lupa bahwa Islam merupakan ajaran dan praktek Rasulullah SAW; Islam adalah wahyu yang bersifat universal, yang menjadi model dan timbangan bagi praktek Islam sepanjang zaman.
Kedua, Ulil mengatakan, “Saya mengemukakan sejumlah pokok pikiran dibawah ini sebagai usaha sederhana untuk menyegarkan kembali pemikiran Islam yang saya pandang cenderung membeku, menjadi “paket” yang sulit didebat dan dipersoalkan”. Hasan Bashar mengatakan dengan lantang bahwa, “dari dahulu orang-orang munafik selalu merusak, akan tetapi setiap kali mereka mau merusak mereka berkata berniat baik dan untuk kebaikan. Allah berfirman; “Dan apabila dikatakan kepada mereka: janganlah kamu membuat kerusakan di muka Bumi ini, mereka akan menjawab: sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan. Ingatlah sesung-guhnya mereka inilah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar[2].
Ketiga, selanjutnya Ulil mengatakan, “… Paket tuhan yang disuguhkan kepada kita semua dengan pesan sederhana, Take it or leave it! Islam yang disuguhkan dengan cara demikian, amat berbahaya bagi kemajuan Islam itu sendiri”. Ulil lupa kalau Allah sendiri berfirman: “Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir[3].
Jaringan Islam Liberal tampaknya bukan, merupakan nama baku dari satu kelompok Islam yang tumbuh dalam lingkaran Islam Indonesia. Akan tetapi, hanyalah merupakan satu kategori untuk memudahkan analisis. Islam liberal sendiri banyak sekali yang pendapatnya saling berjauhan, bahkan ada yang saling menyalahkan satu dengan yang lainnya dan mengkritik tajam antara yang satu dengan yang lainnya, padahal sama-sama liberalnya. Islam liberal dimashurkan oleh para pakar Islam liberal itu sendiri dengan pembaharuan bagi Islam.
Ali Abdul Raziq dalam bukunya ”Al-Islam wa Ushulul Hukm (Islam dan dasar-dasar hukum), yang menurut Hartono Ahmad Jaiz adalah merupakan telah melenceng dari ajaran dan hukum Islam yang telah ditetapkan oleh Nabi SAW dan telah ditetapkan oleh Allah SWT. Abdu Raziq menulis buku ”Al-Islam wa Ushulul Hukm” dia mempunyai alasan-alasan tertentu, diantara alasan-alasan tersebut adalah[4]:
v  Syaikh Ali menjadikan syari’at Islam sebagai syari’at rohani semata. Tidak ada hubungannya dengan pemerintahan dan pelaksanaan hukum dalam urusan duniawi.
Padahal yang paling banyak dikemukakan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits adalah masalah pemerintahan dan masalah kemanusiaan. Dalam Islam pemerintahan itu wajib untuk ditaati oleh rakyatnya. Akan tetapi, kalau pememrintah tersebut lalim maka harus kita singkirkan dari kursi kepemerintahannya, sebab kalau dia masih memegang pemerintahan, maka akan terjadi penympangan yang sangat besar dan bahkan akan menjadikan negeri itu menjadi negeri yang sangat miskin dan menjadi negeri yang diinjak-injak olah negeri lainnya. Bahkan dia akan menjual semua aset penting negara kepada negara lain. Contohnya, sekarang adalah pemerintahan yang terjadi di Indonesia, pemerintahan sekarang telah menjual Indonesia kepada pemerintahan Barat dan membuat politik Islam itu semakin kabur dalam pentas politik, kalaupun ada yakni mereka yang memang telah menjadi ”pelacur” yakni ketika mereka menjadi pemimpin mereka akan melacurkan agama dan akan melacurkan Islam. Sehingga Islam menjadi agama yang paling hina dan paling miskin tanpa pemikir dan tanpa landasan yang jelas.
v  Syaikh Ali menganggap jihad Nabi SAW itu untuk mencapai kerajaan. Zakat, Jizyah, Ghanimah, dan lain-lain yang termasuk dalam ajaran atau syari’at Islam semuanya menurut Syaikh Ali adalah untuk mencapai kerajaan, dengan demikian semua itu dianggap keluar dari syari’at Islam.
v  Berkenaan dengan anganggapannya bahwa tatanan hukum di zaman Rasulullah SAW tidak jelas, meragukan, tidak stabil, tidak sempurna dan menimbulkan berbagai tanda tanya. Kemudian ia menetapkan bagi dirinya suatu mazhab. Dia kemudian mengatakan, ”Sebenarnya pewalian Muhammad SAW atas segenap kaum mukminin itu adalah wilayah risalah, tidak bercampur sedikitpun dengan hukum pemerin-tahan”.
Ini adalah pandangan seorang kafir yang memang tidak tahu banyak hal tentang apa yang sebenarnya yang terkandung didalam Kitabullah (kitab Allah/kitab Al-Qur’an), Al-Qur’an adalah kitab yang sangat komplit dengan semua apa yang menjadi persoalan manusia dalam kehidupannya. Kalau kita mengaku orang Islam kita harus dapat memahami apa yang menjadi kandungan dalam isi Al-Qur’an, karena Al-Qur’an dan Al-Hadits adalah dua hukum yang menjadi pedoman dalam kehidupan kita sehari-hari.
v  Syaikh Ali juga menganggap bahwa tugas Nabi SAW hanya menyam-paikan syari’at lepas dari hukum pemerintahan dan pelaksanaannya. Kalau anggapan itu benar, maka itu menjadi penolakan semua terhadap ayat-ayat Al-Qur’an tentang hukum dalam pemerintahan. Karena hukum pemerintahan itu lebih banyak terdapat dalam Al-Qur’an, jika Syaikh Ali mengatakan demikian , maka itu sangat berten-tangan dengan sunnah Rasulullah SAW. Kalau kita menganggap demikian, maka kenapa kita mengatakan diri orang Islam. Sedangkan kita tidak mengakui kenabian dan tidak mempercayai semua yang telah dikatakan oleh Muhammad SAW.
v  Syaikh Ali juga mengingkari kesepakatan para sahabat Rasulullah SAW untuk mengangkat seorang Imam dan bahwa menjadi kewajiban bagi umat Islam untuk mengangkat orang yang mampu mengurus permasalahan Agama dan Dunia. 
Dalam beberapa Haditsnya Rasulullah SAW besabda, banyak yang mengemukakan tentang kesepakatan dan perlakuan Nabi pada saat menjadi Imam masjid maupun ketika beliau memimpin umatnya kejalan yang benar. Rasulullah bersabda dalam salah satu Haditsnya mengatakan; ”Barang siapa yang mengingkari sunnahku, maka dia bukan dari umatku dan barangsiapa yang ingin merusak namaku, maka dia bukan dari golonganku”. Apakah peringatan itu tidak mempan pada diri kita sehingga kita harus mengingkarinya, dan Al-Qur’an sendiri telah memberikan peringatan terhadap perilaku tersebut, Al-Qur’an mengata-kan ”barangsiapa yang mengingkari Allah dan Rasulnya, maka tempat-nya bersama orang-orang yang berdusta dan orang-orang yang hina yakni di Neraka”. Apakah kita tidak takut terhadap peringatan sekaligus ancaman Allah kepada kita, sehingga kita dengan lancang mengatakan diri sebagai Nabi terakhir setelah Nabi Muhammad. Padahal sudah sangat jelas tertera di dalam Al-Qur’an dan Hadits Nabi ”yang mengata-kan dan bahkan kalimat tersebut tertulis di punggungnya Rasulullah sendiri, yakni ”La Nabiu Ba’dah” yakni sudah tidak ada Nabi setelahnya.
Sekarang ada yang namanya Nabi-nabi baru dan aliran baru, yang tumbuh sangat subur di dunia ini lebih-lebih di Indonesia, di Indonesia sendiri ada yang namanya, Ahmadiyah[5], Al-Qiadah Al-Islamiyah[6], Lia Eden[7], Qur’an Suci[8], dan lainnya. Semuanya adlah aliran sesat yang banyak menyesatkan umat manusia khususnya umat Islam, karena Islam adalah yang menjadi bagian utama dari penyerangan mereka dan dengan lantang mereka mengatakan dirinya sebagai nabi yang turunkan oleh Allah yang Maha Pencipta setelah Nabi Muhammad SAW belum lagi dalam Islam yang sebenarnya ada yang namanya; Islam Pluralis[9], Islam Fundamentalis[10], Islam Sosalis, Islam Militan, Islam Liberal[11], Islam Sekularis[12], dan lain sebagainya.
v  Syaikh Ali juga tidak mengakui kalau peradilan itu suatu tugas syari’at. Padahal kita semua mengetahui apa yang memang menjadi cita-cita dan tujuan  daripada agama Islam, yakni ingin mendamaikan dunia dan menjadi khalifah dimuka Bumi ini, yakni untuk menjaga kesejahteraan dunia, supaya tidak berpecah-belah dan bermusuhan antara yang satu dengan yang lainnya.
v  Syaikh Ali juga beranggapan bahwa pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq an pemerintahan Khulafaurrasyiddin sesudahnya adalah tidak lagi agamais. Pendapat yang seperti ini, adalah pendapat seseorang yang sama sekali tidak beriman dan tidak mengakui kenabian dan kerasulan Muhammad SAW beserta para sahabatnya. Padahal  semua sahabat Rasulullah itu telah disebut satu persatu dalam Al-Hadits dan bahkan dalam Al-Qur’an itu sendiri. Karena hanya dua kitab ini saja yang menjadi pedoman kita selama hidup di dunia ini dan yang insya Allah akan membawa kita kedalam Syurga. Dimana di situ tempatnya orang-orang yang beriman dan para Nabi sebelum Nabi Muhammad.
B.    ISLAM PLURALIS DAN ANCAMANNYA TERHADAP KEHIDUPAN BERAGAMA DI INDONESIA
Islam pluralis adalah aliran Islam yang sekarang sedang marak-maraknya dibicarakan oleh banyak sekali kalangan. Aliran Islam yang satu ini sangatlah tumbuh subur khusus di Indonesia pada saat sekarang. Aliran ini pertama kali dikemukakan oleh Nurcholis Madjid, sang pemikirnya Indonesia yang sudah terobsesi dengan pemikir-pemikir barat yang tidak pernah mengenal yang namanya tuhan apalagi yang namanya Allah, jika ada seorang Muslim yang mengambil patokan kepada orang yang seperti ini, maka dia harus dipertanyakan tentang ke’Islam’annya. Nurcholis Madjid adalah alumni dari Barat (Amerika, yakni di Chicago University), dimana mereka ini mempelajari Islam kepada orang yang bukan Islam dan ini adalah hal yang sangat tidak masuk akal dan bahkan sangat gila untuk kita lakukan. Pertanyaan yang kemudian muncul dalam benak kita masing-masing adalah bagaimana bisa seorang yang bukan Muslim mengajarkan kepada kita yang sejak kecil telah mengenal yang namanya Islam tentang keislaman dan ketaqwaan yang begitu sempurna, sehingga kita diharuskan untuk mengajarkannya kepada orang lain. Menurut penulis ini adalah orang-orang yang sudah dan sangat terobsesi dengan para pemikir barat yang tidak tahu-menahu tentang tuhan dan tentang keislaman.
Pluralisme dicirikan oleh keyakinan-keyakinan seperti;
  1. Realitas fundamental yang bersifat jamak, yakni berbeda dengan dualisme (yang menyatakan realitas fundamental ada dua) dan monisme (yang menyatakan bahwa realitas fundamental hanya ada satu).
  2. Ada banyak tingkatan  hal-hal dalam alam semesta yang terpisah, yang dapat diredusir, dan sifat yang ada pada dirinya adalah indepen-den.
  3. Alam semesta pada dasarnya tidak tertentukan oleh bentuk; tidak memiliki kesatuan atau kontinuitas harmonis yang mendasar, tidak ada tatanan koheren dan rasional fundamental.
Ada banyak para filosofi yang memberikan definisi terhadap pluralisme dan banyak diantara mereka yag menganut paham tersebut, paham ini sangat bagus bagi kalangan orang-orang yang non-Islam. Ada bebepara filsuf yang memberikan pandangannya masing-masing secara berbeda-beda sesuai dengan pemahaman yang mereka pahami tentang paham tersebut dab sesuai dengan persepsi yang mereka pakai;
1.      Menurut Anaxagoras yang memandang pluralisme sebagai jumlah substansi-substansi yang berbeda secara kualitatifnya sebagai tak ada batasnya.
2.      Menurut Empedokles yang menyatakan bahwa pluralisme itu adalah hanya ada empat substansi yakni; tanah, air, api dan udara.
3.      Herbert Spenser yang mendeskripsikan ontologinya sebagai ”realisme pluralistik”, yang berarti realitas terdiri atas unit-unit kualitatif sederhana yang oleh Herbert disebut dengan reals (hal-hal). Semua ini membentuk sintesis-sintesis, yang mengarah ke Dunia yang kita alami.
4.      di antara para pemikir modern yang mengaku dirinya pluralis antaranya William James. Ia menjelaskan pluralisme dunia dalam konteks dominasi relasi-relasi eksternal.
5.      Chang Tung-Sun, yang mengabungkan unsur-unsur konstruksi-onalisme dan pluralisme, dan Chang manamakan doktrinnya dengan pluralisme epistemologis.
Menurut, Romo Benny Susetyo, Pr (Sekretaris Eksekutif Komisi HAK-KWI dan kehidupan beragama di Indonesia). Pluralisme agama adalah hal yang sangat berbahaya bagi sebuah agama, karena dengan adanya pluralisme inilah, orang yang kerjaannya untuk memurtadkan umat akan sangat memberikan peluang. Sebab dengan mudah mereka akan memarginalkan umat yang masih was-was terhadap pluralisme ini akan datang dengan membawa teori-teori yang sangat bagus dan sangat dapat diterima oleh akal sehat yang dapat membuat orang itu meninggalkan agama yang sedang diyakininya, misalnya dengan membawa teori tentang tuhan dengan mengambil patokan kepada para arsitek tuhan dari Barat yang memang tidak mempercayai adanya tuhan dan mereka berani mengatakan, seperti yang dikatakan oleh Karl Marx, ia mengatakan bahwa: “tuhan itu adalah konsep yang sangat menjijikkan” dan Marx juga mengatakan bahwa “saya berjalan atau mengembara diatas bumi ini setara dengan tuhan”. Apakah ini bahasanya orang yang memiliki keyakinan terhadap tuhan?, bahasa ini hanya keluar dari mulut orang-orang yang tidak percaya terhadap adanya tuhan atau yang biasa kita sebut dengan “orang-orang Atheis”.
Orang-orang pluralis ini akan selalu beruasaha untuk membuat orang atau umat itu supaya meyakini apa yang menjadi argument daripada mereka. Sama seperti mendiang kita sang pemikir ulung yang sangat berpengaruh di Indonesia yakni almarhum Nurcholis Madjid, yang telah mendirikan salah satu perguruan tinggi[13] tempatnya orang-orang pluralis yang sangat bias terhadap pembaharuan Islam. Mereka ini ingin membaharukan Islam dengan pemikiran orang-orang barat.
Di dunia ini sudah banyak sekali paham-paham sesat yang dapat membawa umat kejurang pemurtadan. Dengan banyak paham yang lahir dari proses terbentuknya UU Hak Asasi Manusia ini. mereka berpikir dengan adanya UU tentang Hak Asasi Manusia, mereka dapat mendirikan aliran-aliran atau paham-pahamnya masing-masing tanpa mengganggu yang lainnya, sehingga mereka medirikan paham-paham dan aliran-aliran yang begitu banyak dan banyak pula di antara mereka yang sudah dibayar oleh orang-orang barat untuk membuat umat Islam ini berpecah-belah dan saling memusuhi. dan dari paham-paham yang begitu banyak itu, yang pada akhirnya membuat umat gelisah dan mengalami dilema yang begitu besar dan akhirnya umat tidak bisa lagi membedakan mana sebenarnya aliran atau paham yang sesat diantara aliran dan paham yang begitu banyak
  • Problem kehidupan beragama di Indonesia masih cukup banyak. Untuk menjalankan kehidupan beragama secara bersama-sama antarpemeluk dengan semangat toleransi tinggi masih menghadapi tantangan yang tidak kecil.
  • Walaupun wacana pluralisme dan toleransi antaragama sudah sering dikemukakan dalam berbagai wacana publik, namun prakteknya tidaklah semudah yang dipikirkan dan dibicarakan. Walaupun sudah terdapat kesadaran bahwa bangsa ini dibangun bukan atas dasar agama, melainkan oleh kekuatan bersama, namun pandangan atas "agamaku", "keyakinanku" justru sering menjadi dasar dari berbagai perilaku sehari-hari yang  bermuatan kekerasan. pelanggaran kebe-basan beragama dan keyakinan. Dari 135 peristiwa yang terjadi, tercatat 185 tindak pelanggaran dalam 12 kategori.
Sekalipun kita menyadari pentingnya slogan Bhinneka Tunggal Ika, namun praktek di lapangan tak seindah dan semudah pengucapan slogan itu. Masih banyak persoalan keagamaan di Indonesia yang menghambat
terwujudnya :
    • solidaritas,
    • soliditas, dan
    • toleransi antarumat beragama
  • Salah satu persoalan mendasar dalam demokrasi Indonesia adalah kebebasan menjalankan ibadah dan keyakinan.
  • Pada 2007 Serangkaian perusakan, kekerasan, dan penangkapan terhadap kelompok-kelompok yang dianggap "sesat" dan kelompok agama lain terjadi. Sepanjang Januari-November, tercatat 135 peristiwa.
Kelompok Korban
  • Jumlah terbanyak kelompok (korban) yang mengalami pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan adalah al qiyadah al Islamiyah yaitu  68 kasus pelarangan, kekerasan, penangkapan dan penahanan.
  • Kelompok berikutnya adalah jemaat Kristen/Katolik yang mengalami 28 pelanggaran, disusul Ahmadiyah yang ditimpa 21 tindakan pelanggaran.
Pada masa pemeritahan Orde Baru banyak aksi perusakan tempat-tempat suci ataupun tempat beribadah, diantaranya; perusakan Mesjid yang dilakukan oleh orang-orang kristen antara 15  Januari 1999- 26 Desember 2000 sebanyak 28 buah Mesjid yang tumbang pada rentang waktu yang sangat singkat itu, kita bisa bayangkan bagaimana mereka merusakkan Mesjid tersebut dengan tanpa perasaan. Akan tetapi pada itu juga terjadi perusakan Gereja yang dilakukan oleh kelompok Muslim sejak Kemer-dekaan 1945 dan selama pemerintahan  Megawati adalah sebanyak 40 buah.
Angka Pelanggaran
  • Pelaku 185 pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan adalah Negara.
  • Sejumlah 92 pelanggaran dilakukan oleh Negara (commission) dalam bentuk pembatasan, penangkapan, penahanan, dan vonis atas mereka yang dianggap sesat
  • Termasuk dalam tindakan langsung ini adalah dukungan dan pembenaran otoritas Negara atas penyesatan terhadap kelompok-kelompok keagamaan tertentu.
  • Sedangkan 93 tindakan pelanggaran lainnya terjadi karena Negara melakukan Pembiaran terhadap tindakan-tindakan kekerasan yang dilakukan oleh warga atau kelompok.
Kegagalan Negara dalam menghalangi pluralisme agama yang terjadi di Indonesia dan mengakibatkan pengrusakan yang begitu banyak kerugian yang begitu besar. Dari pengrusakan tersebut pemerintah harus dapat bertanggungjawab terhadap hal tersebut. Karena semuanya berada dibawah naungan yang namanya Negara. Sebenarnya bukan negara yang dipersalahkan, akan tetapi yang harus kita persalahkan adalah mereka yang menjadi rezim yang duduk di lembaga pemerintah seperti anggota Dewan dan sederetnya. Sekarang pemerintah Indonesia telah menjual Indonesia kepada negara asing dengan harga Nol Rupiah. Kita dapat melihat bagaimana Freeport dan Exxon Mobil manjarah habis sumber daya alam Indonesia dengan buasnya, dan pemerintah tidak memiliki wewenang dalam hal itu dan bahkan tidak mengetahui berapa banyak konsentrasi emas dan perak yang di ekspor oleh perusahan asing yang namanya Freeport. Sedangkan Exxon Mobil menjarah habis sumber daya gasnya Indonesia, Exxon Mobil ini telah menggantikan posisi Pertamina. Seandainya Pertamina yang mengelolah semua tempat minyak, maka keuntungan yang didapatkan oleh Indonesia sebesar 80%.
Penyerahan otoritas negara kepada organisasi keagamaan negara dalam menilai sebuah ajaran agama dan kepercayaan merupakan bentuk ketidakmampuan negara untuk berdiri di atas hukum dan bersikap netral atas setiap agama dan keyakinan. Padahal, institusi penegak hukum adalah institusi negara yang seharusnya bekerja dan bertindak berdasarkan konstitusi dan undang-undang.
Apa yang dikatakan oleh Romo Benny Susetyo Pr, ”Dapat dilihat di sini negara telah gagal mempromosikan, melindungi, dan memenuhi hak kebebasan beragama dan berkeyakinan. Negara, bahkan telah bertindak sebagai pelaku pelanggaran hak asasi manusia (HAM) akibat tindakannya yang melarang aliran keagamaan dan keyakinan dan membiarkan warga/organisasi keagamaan melakukan persekusi massal atas kelompok-kelompok keagamaan dan keyakinan”.
Kontradiksi Peraturan, tidak ada peraturan yang di buat untuk menangani hal ini dari pemerintah. Pemerintah cukup dengan mengatakan ”itukan haknya mereka, tidak bisa kita gugat haknya orang”. Mereka pula mengatakan ”kalau kita gugat haknya orang, maka kita akan dikenai oleh UU tentang hak asasi manusia, meskipun mereka telah keluar dari real yang sebenarnya.
Dalam konstitusi yang lebih tinggi, kebebasan umat beragama dan melakukan ibadah dijamin, tapi dalam peraturan di bawahnya terdapat kecenderungan menghambat umat untuk beribadah. Ada pengekangan
Pancasila sendiri berada dimana ketika terjadi hal-hal yang demikian, apakah Pancasila masih relevan dan masih konsisten tarhadap apa yang dikemukakannya dalam sila pertama, Pancasila sendiri tidak berfungsi dalam upaya menghindari hal tersebut, dan pancasila sendiri tidak mampu menjalankan apa yang memang sudah ditulis dalam sila-silanya yakni sila pertama yang mengatakan ”ketuhanan yang Maha Esa”. Akan tetapi, yang paling banyak tinggal di Indonesia ini adalah orang-orang Atheis yang tidak memiliki tuhan dan tidak mempercayai adanya tuhan. Sedangkan dalam sila tersebut mewajibkan penduduk Indonesia untuk menganut agama masing-masing sesuai kepercayaannya. Akan tetapi bukan Pancasilanya yang salah dan bukan Pancasila yang harus kita persalahkan, yang harus bertanggung-jawab terhadap semua itu adalah pemerintah yang sangat berwenang terhadap kehidupan masyarakat, apabila pemerintah itu benar-benar ingin menciptakan pemerintah yang adil dan beradab dan sejahtera, maka pemerintah itu harus konsisten terhadap pernyataan yang terdapat dalam sila pertama Pancasila.
Menurut Romo Benny Susetyo Pr, Negara telah gagal memberikan perlindungan dan kesempatan yang adil bagi semua pemeluk agama untuk beribadah sesuai keyakinannya. Jika demikian, lalu Pancasila untuk apa? Apa untuk gagah-gagahan saja? Untuk apa para Founding Fathers merumuskan falsafah bangsa yang demikian berharga dan terhormat itu jika dalam perilaku sehari-hari kita tidak bisa mempraktekkannya dengan sepenuh hati ? meningan itu yang namanya Pancasila di bakar dan dihilangkan dari peredarannya saja. Karena tidak memiliki fungsi yang begitu penting pada saat ini, seharusnya sebagai negara yang berkesatuan yang berlandaskan hukum, Indonesia harus mampu menangani yang namanya perbedaan antara satu pemeluk agama dengan pemeluk agama yang lainnya. Karena hal yang demikian telah tercantunm dalam UUD 1945 pasal 30 ayat satu dan dua. Bahwa setiap warga negara diberikan kebebasan untuk memeluk agama dan kepercayaan masing-masing sesuai dengan kepercayaan dan keyakinanya masing-masing pula.
Membuka Ruang Dialog
Walaupun kehidupan sosial politik kita sudah mengalami kebebasan, itu belum berimplikasi pada kebebasan asasi warga untuk beribadat. Beribadat, seperti kata Romo Magnis, adalah hak warga paling asasi, dan hanya rezim komunis yang melarangnya. Rezim seperti apakah kita ini ketika membiarkan kekerasan dalam beragama tanpa adanya ruang dialog untuk membicarakan ulang secara lebih manusiawi?
Kedewasaan Dalam Perbedaan
  • Pemerintah berkewajiban untuk menjaga, melestarikan, dan meningkatkan kesadaran dan kedewasaan umat terutama dalam pandangannya terhadap umat dan keyakinan beragama yang dianggap "lain".
  • Pemerintah berkewajiban untuk memberikan pencerahan dan pendewasaan pemikiran umat akan toleransi dan pluralisme. Itulah yang dimaui Pancasila. Dengan begitu kebijakan yang berpeluang untuk menumbuhsuburkan antipati terhadap saudara sebangsanya yang lain perlu didudukkan ulang untuk dibahas dan diganti dengan kebijakan yang lebih adil dan mencerahkan.
  • Buat apa mempertahankan sesuatu yang dianggap tidak adil?
Bagaimana DPR Merespon?
Komisi III DPR belum bersikap dan bertindak sama sekali atas setiap peristiwa kekerasan, diskriminasi, dan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan. Adalah fakta bahwa kebebasan beragama dan berkeyakinan merupakan hak konstitusional warga yang dijamin oleh konstitusi. Karena itu, pengingkaran terhadap pemenuhan hak-hak tersebut tidak hanya melanggar HAM, tapi juga melanggar konstitusi.
Pembatinan Pancasila
  • Pancasila tidak dijadikan pembatinan nilai kehidupan bersama untuk mewujudkan bangsa yang beradab. Peradaban bangsa yang diukur dengan komitmen warga untuk mewujudkan nilai kemanusiaan dan keadilan tidak pernah berhasil.
C.   RADIKALISME AGAMA YANG TERJADI DI INDONESIA SERTA ANCAMANNYA
Islam Radikal yang ada di Indonesia dan sedang mengalami perkembang-an yang begitu pesat. Kita sangat,
Sedangkan menurut Mohammed Arkoun[14] (1999), dalam M. Zaki Mubarak. Melihat fundamentalisme Islam sebagai dua tarikan berseberangan, yakni, masalah ideologisasi dan politis. Dan, Islam selalu akan berada di tengahnya. Manusia tidak selalu paham sungguh akan perkara itu. Bahwa fundamentalisme secara serampangan dipahami bagian substansi ajaran Islam. Sementara fenomena politik dan ideologi terabaikan. Memahami Islam merupakan aktivitas kesadaran yang meliputi konteks sejarah, sosial dan politik.
Demikian juga dengan memahami perkembangan fundamentalisme Islam. Tarikan politik dan sosial telah menciptakan bangunan ideologis dalam pikiran manusia. Nyata, Islam tidak pernah menawarkan kekerasan atau radikalisme. Persoalan radikalisme selama ini hanyalah permaianan kekuasaan yang mengental dalam fanatisme akut. Dalam sejarahnya, radikalisme lahir dari persilangan sosial dan politik. Radikalisme Islam Indonesia merupakan realitas tarikan berseberangan itu.
Tepat di sinilah, buku Geneologi Islam Radikal di Indonesia mengungkap realitas politisasi dan radikalisasi Islam. Zaki membuat batasan antara Islam sebagai ajaran penuh damai dan Islam setelah terkooptasi politik ke-Indonesia-an. Baginya, radikalisme merupakan persoalan kompleksitas yang tidak berdiri sendiri. Hampir seluruhnya memiliki pendasaran sangat politis dan ideologis. Layknya sebuah ideologi yang terus mengikat, radikalisme menempuh jalur agama untuk dapat membenarkan segala tindakan anarki. Maka, Islam tak sama dengan radikalisme.
Meski demikian, keberkaitan dengan kultur dan cara berpikir, membuat Islam dan radikalisme tak mengenal ruang. Seakan melebur dalam keberagamaan. Berawal dari memproduksi fanatisme, radikalisme masuk ke dalam ajaran Islam hingga dianggap bagian dari Islam. Lalu, membentuk pemahaman baru, bahwa Islam adalah agama kekerasan. Padahal, setiap agama memiliki sejarah kelam tentang paham fundamental, radikal atau kekerasan. Islam adalah satu di antara banyak agama dunia yang dituding penganjur paham fundamental.
Adalah keberimanan statis membuat radikalisme tak lekang oleh zaman. Ber-Islam dengan iman statis kerapkali menampilkan justifikasi hitam-putih hingga berlanjut pada pembelaan berlebihan terhadap keyakinannya. Saat itu, paham radikal sedang menjadi ideologi mengikat bagi kaumnya. Seperti dikemukakan Eric Hoffer tentang dogmatisme yang mencipta ketundukan mutlak. Tak hanya berhenti pada cara berpikir, dogmatisme demikian liarnya mencipta sikap pasrah.
Namun, Zaki tak mau berhenti di titik itu. Menghadirkan fakta sejarah dari pascakemerdekaan sampai kini merupakan kekuatan untuk mengungkap geneologi redikalisme Islam Indonesia. Buku ini mengungkap tapal perjalanan kaum radikal; Front Pembela Islam (FPI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Laskar Jihad sepanjang medio 2002, 2003 dan 2005 terutama setelah reformasi.
1.      Sejarah dan Kuasa
Sejarah radikalisme Islam Indonesia sudah ada sejak dulu. Sejak Kartosuwirjo memimpin operasi 1950-an di bawah bendera Darul Islam (DI). Setelah DI, Komando Jihad (KOMJI) pada 1976 meledakkan tempat ibadah. Pada 1977, Front Pembebasan Muslim Indonesia melakukan hal sama. Dan tindakan teror oleh Pola Perjuangan Revolusioner Islam, 1978.
Teror perlahan memilihkan namanya sendiri untuk Islam radikal, sekalipun belum ada istilah tepat untuk menyebut realitas macam itu. Radikalisme merupakan sebentuk penguasaan tafsir atas Islam secara tekstual. Juga, peradaban teks dengan memperjuangkan formalisasi syariat. Militansi pun berlangsung dan memperkuat gerak Islam radikal di Indonesia.
Radikalisme Islam Indonesia lahir dari hasil persilangan Mesir dan Pakistan. Nama-nama seperti Hassan Al-Banna, Sayyid Qutb dan Al-Maududi terbukti memengaruhi. Pemikiran mereka membangun cara memahami Islam ala garis keras. Setiap Islam disuarakan, nama mereka semakin melekat dalam ingatan. Bahkan, sampai tahun 1970-1980-an ikut menyemangati perkembangan komunitas usroh di banyak kampus atau organisasi Islam. Juga, FPI dan HTI.
Istilah radikalisme Islam kian menguat tak hanya pada matra tekstualitas agama. Persentuhan dengan dunia kini, menuntut adanya perluasan gerakan. Mulai dari sosio ekonomi, pendidikan hingga ranah politik.
Mungkin, di sinilah letak kekuatan radikalisme Islam Indonesia. Semakin melekat dalam setiap segmentasi sosial, semakin susah dibendung. Ia pandai membaca ruang sosial yang tak cepat lekang. Karena memahami setiap ruang akan mengantarkan radikalisme mencipta mentalitas kultural.
Dari sini, ideologi radikal tampak begitu dekat dengan permainan kuasa. Menempuh jalur politik diyakini dapat mengantarkan Islam pada kondisi lebih tinggi, yaitu, mimpi formalisasi syariat dan terbentuknya negara Tuhan.
Sampai kini, kaum radikal terus berjuang untuk dua hal itu, baik melalui lobi-lobi politik maupun fundamental-ideologis. Ironisnya, Islam hanya dijadikan pendasaran politik kepentingan. Padahal, dalam praktiknya, teror, anarki dan kekerasan secara bergantian dilakukannya. Tidak ada batas baik-buruk, moral-amoral. Semuanya berjalan di tataran politik yang menjauh dari Islam. Akhirnya, radikalisme kadang keliru dalam memahami Islam.
Antara fundamental-ideologis atau kuasa politik, tak bisa menolak realitas pengeremangan Islam. Pemurnian Islam yang dibayangkannya terjebak pada penistaan. Egoisme politik telah mengaburkan cara beragama mereka. Dan, mimpi formalisasi syariat dengan tindak kekerasan hanya menyudutkan Islam. Bahwa Islam sebentuk agama penganjur kedamaian sekaligus keretakan sosial.
Memang, kaum radikal terus mengulang sejarah politisasi agama yang berujung pada sebuah penistaan. Dalam Bukunya M. Zaki Mubarak mencontohkan, bagaimana aksi teror Komando Jihad tahun 1976 hanya menyisakan keresahan sosial. Orang tak lagi nyaman dalam beragama, sebab dihantui kecurigaan antarsesama.
Hingga penelitian ini selesai pada akhir 2005, dogmatisme-ideologis dan permainan kuasa politik masih diminati oleh kelompok Islam radikal Indonesia. Sama seperti meminati kekerasan di jalan Allah.
D.   HUMANISME YANG TERJADI DALAM ISLAM
Menurut Baedhowi, Mag, mengatakan bahwa[15]Saat ini dunia memandang Islam sebagai agama yang anarkis, militan, eksklusif, fundamentalis, dan banyak lagi sebutan untuknya. Anggapan itu diperparah dengan merebaknya aksi-aksi teror, puncaknya saat peristiwa Word Treade Center di Amerika Serikat (AS) pada 11 september 2001”. Perbuatan ini ditengarai para tokoh Islam; Usama Bin Laden, dan kawan-kawan. Akibatnya, orang-orang non-Islam khususnya, menjadi takut ketika mendengar nama Islam disebut. Tapi, apakah benar Islam mengajarkan kekerasan?
Streotipe-streotipe yang dilekatkan kepada Islam ini ditepis Muhammad Arkoun. Pemikir Islam kelahiran Tourit Mimoun, Kabilia, 28 Februari 1928 itu. Ia menilai, jauh hari Islam itu telah mengajarkan nilai-nilai humanisme terhadap penganutya. Hanya, ada beberapa kecacatan, khususnya para penganutnya, dalam memahami humanisme. Akibatnya, nilai-nilai humanisme itu terkaburkan.
Arkoun membagi tiga kategori ketika memandang humanisme dalam Islam. Pertama, Humanise Literer. Humanisme literer ini terjadi di dunia Islam klasik sekitar abad ke-III-IV/IX-X H. Munculnya humanisme itu ditandai memuncaknya semangat aristokrasi, uang dan kekuasaan. Pada masa itu, orang-orang yang berbakat tidak bisa mengerjakan keinginan bakat-bakat mereka kecuali di lingkungan istana raja-raja dan lingkungan orang-orang kaya.
Humanisme masa itu mirip dengan adab atau humanitas, yakni sebagai sebagai sebuah pengetahuaan dan kebudayaan yang komplet, semangat dan gambaran ideal manusia tanpa dibatasi secara spesifik dan kaku disiplin keilmuan. Namun, meski para tokoh humanisme literer (Adib) hidup di dalam istana dan dekat dengan kekuasaan—menjadi sekretaris negara, dan duduk di pemerintahan—peradaban Islamnya masih merupakan cerminan dari peradaban masyarakat sipil (civil society), bukan militer. Hanya, humanisme itu masih memiliki kelemahan.
Dari aspek epistimologinya, humanisme literer membangun pola pikirnya hanya melalui dan berdasar literatur atau teks. Para humanis literer juga banyak bergantung pada dan banyak di topang fasilitas para penguasa (raja, aristokrat, penyandang dana dan sebagainya) sehingga sulit bersikap obyektif. Selain itu, humanisme ini lebih terpaku pada persoalan yang bersifat literalis-tekstualistis. Akibatnya, humanisme literer menjadi tidak sadar akan faktor historisitasnya. Karena yang menjadi tolak ukur dan standarisasinya pada persoalan literer atau teks tanpa menyadari setting-historis dan konteks yang melatar belakanginya, sehingga humanisme ini menjadi tidak kontekstual.
Kedua, Humanisme Relegius. Humanisme ini adalah sebuah konsepsi yang hendak mengukur ketaatan keberagamaan atau kesalehan seseorang lewat pintu masuk dunia mistik (tasawuf). Humanisme ini digambarkan sebagai sarana keyakinan dan penaklukan terhadap nafsu (jihad al-akbar), rujukan tetap pada Tuhan, dan rasa malu dalam aksi dan konsep, kepasrahan dan penghapusan keinginan yang ditempatkan pada sebuah Keadilan yang tak dapat ditolak. Humanisme ini ternyata juga memiliki kecacatan dalam pandangan Arkoun.
Dalam sejarah pemikiran ortodoksi, humanisme ini sering menjadi eskapisme dari kenyataan politis yang cenderung mendukung faham determinisme dalam teologi, sampai akhirnya sufisme dianggap sebagai agama masa atau ordo-ordo sufisme. Arkoun secara empatis juga memahi bahwa humanisme religius (sufisme), di satu sisi, memang telah mendorong manusia untuk mendekati Tuhan tanpa perantaraan pastur-pastur dan sejenisnya, tetapi dalam pandangan hukum-teologi dan sejenisnya ortodoksi (fukuha' wa mutakallimun) kaum sufi dianggap telah terlalu jauh dalam keterpisahan spritual mereka dari masyarakatnya, khususnya bagi mereka yang telah mencapai tingkat kesatuan ekstasi (al-wahdah), dengan Tuhannya.
Ketiga, Humanisme Filosofis. Humanisme ini dalam gambaran Arkoun dilukiskan sebagai menyatunya elemen-elemen dari kedua humanisme di atas (humanisme literer, dan humanisme religius), tanpa dibedakan disiplin keilmuan yang lebih jelas, dengan ketenangan yang lebih menghanyutkan dan mencemaskan, lebih metodis, dan lebih solider terhadap kebenaran antara dunia, manusia, dan Tuhan. Ia mengetengahkan seluruh pertanggungjawaban yang dapat dinalar dan seluruh kecerdasan manusia secara otonom.
Humanisme ini yang sekarang disalahpahami masyarakat muslim. Menurut Arkoun, humanisme ini memiliki otonomi kebebasan yang besar kepada manusia untuk mengoptimalkan kecerdasannya tanpa didasari rasa bertanggung jawab terhadap Tuhan, sebagaimana diungkapkan Abu Hayyan At-Tauhidi, "manusia cenderung menjadi problem bagi manusia lain". Dari pemaparan singkat di atas, dapat diketahui bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan nilai-nilai humanisme kepada penganutnya. Hanya, sering kali penganutnya itu sendiri yang salah dalam memahami ajarannya.
Sekali lagi, ini menjadi bukti, bahwa Islam bukan agama yang mendukung kekerasan anarkisme. Jika begitu, siapa yang perlu disalahkan, umat Islam yang fatal memaknai ajarannya sendiri atau orang-orang non-Islam yang tidak paham terhadap esensi Islam. Dapat dikatakan, dunia Barat terlalu prematur mengklaim Islam dengan stereotipe-stereotipe yang sebetulnya tidak obyektif.


[1] Agus Hasan Bashar dalam Ulil Abshar Abdalla. Dkk, “Islam Liberal Dan Fundamental: Sebuah Pertarungan Wacana”, Yogyakarta, Lembaga Study Al-Qur’an (eLSAQ) Press, 2007, Hlm: 170-188.
[2] Qs. Al-Baqarah Ayat 11-12
[3] Qs. Al-Kahfi, ayat 29.
[4] Hartono Ahmad Jaiz, ”Bahaya Islam Liberal; Sekuler dan Menyamakan Islam Dengan Agama Lain”, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2002, Hlm: 31-33.
[5] Ahmadiyah adalah aliran Islam yang telah mendunia yang didirikan oleh seorang pemikir gila yang berasal dari India yang bernama ”Hazrat Mirza Gulam Ahmad” yang mengatakan dirinya baru saja menerima wahyu dari Allah SWT dan telah dilantik oleh Allah menjadi Rasul setelah Nabi Muhammad SAW wafat dan dia sudah banyak sekali merubah peraturan-peraturan yang ada di dalam syari’at Islam yang sudah di atur dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Aliran ini setelah masuk di Indonesia, ternyata banyak sekali peminatnya dan paling subur tumbuh di Indonesia khususnya di Jawa, dan paling banyak pengikutnya. Mirza Gulam Ahmad mengaku sebagai Rasulnya Allah namun tidak pernah disebut namanya dalam Al-Qur’an dan mereka mencoba merubah bunyi Syahadat dengan memasukkan namanya dan mengganti nama Muhammad dengan namanya sendiri, misalnya; ”Ashadu Alla Ilaha Illallah Wa Ashadu Anna Muhammadar Rasulullah”, digantikan dengan ”Ashadu Alla Ilaha Illallah Wa Ashadu Anna Mirza Gulam Ahmad Rasulullah”. Mereka juga merubah bunyi Al-Qur’an sebagiannya, namun mereka kewalahan di tengah jalan.
[6] Al-Qiada Al-Islamiyah adalah aliran yang sangat subur tumbuhnya di Indonesia setelah Ahmadiyah. Al-Qiada Al-Islamiyah didirikan oleh orang asli Indonesia yang bernama ”Ahmad Mussadeq”, dia mengatakan dirinya baru saja menerima wahyu dari Allah SWT dalam mimpinya. Nabi yang dari Yunani masih diragukan, kok muncul lagi Nabi di Indonesia. Dia dilantik oleh Allah menjadi Rasul yang akan menggantikan Nabi Muhammad SAW dan dia mengklaim dirinya sebagai Rasul terakhir sesudah kerasulannya Muhammad SAW. Ahmad Mussadeq telah merubah bunyi kalimat Syahadat itu dengan memasukkan namanya dari bunyi ”Ashadu Alla Ilaha Illallah Wa Ashadu Anna Muhammadar Rasulullah”, yeng kemudian dia rubah menjadi ”Ashadu Alla Ilaha Illallah Wa Ashadu Anna Ahmad Mussadeq Rasulullah” dan bunyinya ini tidak wajar dan tidak bagus dan sangat jelek untuk di baca dan paling parah jeleknya untuk di dengar dan dapat membuat kuping kita panas. Ahmad Mussadeq berusaha merubah isi Al-Qur’an namun kewalahan di tengah jalan, sama seperti Mirza Gulam Ahmad, apakah mereka tidak pernah membaca Al-Qur’an? Sehingga mereka tidak mengetahui bahwa Al-Qur’an sendiri telah menantang Orang-orang Arab untuk membuat kitab yang sama dengan bunyi Al-Qur’an, pertamanya Al-Qur’an (Allah) menantang mereka untuk membuat yang sama seperti Al-Qur’an semuanya, akan tetapi mereka tidak mampu untuk membuatnya, kemudian pada tahap yang kedua Allah menantang mereka hanya membuat sepuluh surat yang sama dengan Al-Qur’an, tetapi mereka tidak mampu juga, kemudian pada tahap yang ketiga Allah hanya menantang cuman membuat satu surat yang sama seperti Al-Qur’an. Kita bisa bayangkan Orang Arab yang ditantang padahal bahasanya Al-Qur’an itu adalah bahasa Arab. Yang menjadi pertanyaan kita adalah kenapa mereka tidak mampu membikin yang serupa dengan itu, itu karena Al-Qur’an adalah mukjizat dari Allah.
[7]  Lia Eden adalah salah satu dari beberapa aliran yang tumbuh subur di Indonesia khususnya di Jawa, Lia Eden adalah aliran yang didirikan oleh seorang wanita yang berasal dari Sulawesi, yang mengatakan bahwa dirinya telah menerima wahyu dari Jibril. Padahal dalam Al-Qur’an tidak ada yang namanya Nabi wanita, akan tetapi yang oleh orang gila dan tidak mempergunakan pikirannya dengan baik maka itu sah-sah saja untuk di bentuk.
[8] Al-Qur’an Suci yakni Aliran yang mengatakan bahwa Hadits bukanlah sumber hukum Islam, yang menjadi sumber hukum Islam hanyalah Al-Qur’an dan mereka tidak mempercayai Hadits, ini namanya keterlaluan, padahal telah dikatakan dalam Al-Qur’an bahwa yang menjadi sumber hukum Islam itu ada dua yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah (Al-Hadits). Namun mereka tidak mengakui Hadits sebagai sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur’an, ini sangat keterlaluan sekali, mereka telah mengakui Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam.
[9]  Aliran Islam yang ini didirikan oleh Almarhum Nurcholis Madjid, yang membuat Indonesia guncang sebab dia menganggap semua agama ini adalah benar, inilah manusia-manusia yang akan dengan mudah untuk memurtadkan umat.
[10]  Islam ini sangat berbahaya, sebab aliran Islam ini diambil dari pergerakan keagamaan yang ada di Barat.
[11]  Islam ini pertama kali dicetuskan oleh Ulil Abshar Abdallah dan kawan-kawannya dengan diterbitkannya artikel yang berjudul "Menyegarkan Kembali Pemikiran Islam", dan sangat dikecam oleh banyak kalangan, mulai dari para cendekiawan sampai para ulama. Islam ini sangat tidak relevan terhadap ajaran agama yang sebenarnya yang dibawa oleh Rasulullah SAW.
[12]  Aliran agama yang satu ini sangat tidak relevan dan sangat kontradiksi dengan Islam, dan Islam yang ada mulai pada masa pemerintahan Bani Umayyah, yang pertama kali dibawa oleh Mustafa Kemal Pasha Attaturk dan sangat dikecam ulama pada masa itu sampai sekarang, pada saat itu, dia mempropagandakan pengkudetaan pada Khalifah Umar Bin Abdul Azis, yakni khalifah yang paling sederhana pada zaman modern.
[13] Perguruan tinggi tersebut adalah diberi nama Universitas Paramadina Mulya (UPM), dalam perguruan tinggi inilah lahirnya para pemikir-pemikir pluralis dan liberal, yang selalu siap menggerogoti keberadaan agama di Indonesia, inilah universitas yang akan menghabisi kehidupan beragama di Indonesia, jika saja universitas ini tidak dinetralisir oleh para cendekiawan yang masih bagus prospek beragamanya. Dan universitas ini sangat dekat dengan para pakar yang ada di Universitas Islam Negeri (UIN) di seluruh Indonesia.
[14] M. Zaki Mubarak” Geneologi Islam Radikal di Indonesia”,  Jakarta, LP3ES, 2008.
[15] Baedhowi, Mag,  Humanisme Islam”, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, Cetakan: 1, Mei 2008,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar