BIMA
BERDARAH
Pertambangan sudah
sangat lama menjadi sengketa di negeri ini, sehingga apa yang tersirat mengenai
tambang maka akan bersamaan dengan adanya pembantaian atau aksi besar-besaran
terhadap penolakan masuknya pertambangan tersebut atau yang biasa mereka namakan
dengan Front Rakyat Anti Tambang.
Setelah kasus Freeport
dan perusahan-perusahan tambang lainnya, menjadi sengketa keras antara
pemerintah dengan warga, yang kebanyakan dengan dalih tidak ada koordinasi
ataupun konsolidasi yang jelas dari pemerintah kepada warga soal eksplorasi,
sehingga tidak ada pengetahuan yang jelas dari pemerintah kepada masyarakatnya.
Itulah yang menjadi warga turun memprotes dan meminta klarifikasi yang jelas
dari pemerintah tentang persoalan itu. Jika dengan hal yang demikian itu tidak
juga ada kejelasan, maka masyarakat akan brutal menuntut untuk segera dicabut
SK pengijinan yang telah dikeluarkan pemerintah kepada perusahaan yang
melakukan eksplorasi, karena tidak ada ijin yang jelas dari masyarakat.
Dan itulah yang terjadi
di Bima Nusa Tenggara Barat sekarang, dimana mereka membentuk sebuah barisan
kuat untuk menolak eksplorasi pertambangan dan meminta kepada pemerintah daerah
untuk mencabut SK pengijinan pertambangan tersebut. Pemerintah Daerah tidak mau
mencabut ijin tersebut, karena mereka menganggap itu sudah melalui prosedural
yang jelas dan sudah mendapatkan ijin dari masyarakat, padahal masyarakat tidak
pernah mengeluarkan ijin yang dimaksud. Dengan hal yang demikian itu, warga
melakukan pemblokiran terhadap Pelabuhan Sape Bima NTB, sebagai bentuk aspirasi
mereka dan meminta pemerintah daerah untuk segera mencabut SK No 188 yang
memberikan ijin pada perusahan tambang untuk melakukan ekplorasi di Kecamatan
Lambu Kabupaten Bima NTB tersebut.
Pihak Aparat kepolisian
meminta berdamai dengan warga supaya menyelesaikan atau menyudahi pemblokiran
pelabuhan tersebut, tetapi warga tidak berkenaan meninggalkan tempat mereka dan
tetap meminta kepada pemerintah daerah kabupaten bima untuk segera mencabut SK
188 tersebut. Pemerintah kabupaten bima harus bertanggungjawab atas
meninggalnya 3 orang warga dalam insiden penembakan brutal yang dilakukan oleh
aparat kepolisian dalam kasus penolakan tambang emas di kecamatan lambu.
telah terjadi
pembantaian massal terhadap warga yang menyampaikan aspirasi mereka terkait
masalah pertambangan tersebut.
Dalam setiap kasus
pertambangan di negeri ini, maka bersamaan dengan adanya penolakan dan
penerimaan dengan baik
MENOLAK DENGAN KERAS MASUKNYA TAMBANG DI WILAYAH BIMA NTB, KARENA MASYARAKATNYA ADALAH PETANI. JIKA PEMERINTAH BERSIKUKUH TETAP MEMASUKKANNYA, MAKA DIA HARUS HENGKANG DARI PANGGUNG KEKUASAANNYA. ITU HARGA MATI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar