Senin, 26 Desember 2011

Bima Berdarah: kasus pembantaian massal masyarakat Bima oleh Keparat Kepolisian


BIMA BERDARAH

Pertambangan sudah sangat lama menjadi sengketa di negeri ini, sehingga apa yang tersirat mengenai tambang maka akan bersamaan dengan adanya pembantaian atau aksi besar-besaran terhadap penolakan masuknya pertambangan tersebut atau yang biasa mereka namakan dengan Front Rakyat Anti Tambang.
Setelah kasus Freeport dan perusahan-perusahan tambang lainnya, menjadi sengketa keras antara pemerintah dengan warga, yang kebanyakan dengan dalih tidak ada koordinasi ataupun konsolidasi yang jelas dari pemerintah kepada warga soal eksplorasi, sehingga tidak ada pengetahuan yang jelas dari pemerintah kepada masyarakatnya. Itulah yang menjadi warga turun memprotes dan meminta klarifikasi yang jelas dari pemerintah tentang persoalan itu. Jika dengan hal yang demikian itu tidak juga ada kejelasan, maka masyarakat akan brutal menuntut untuk segera dicabut SK pengijinan yang telah dikeluarkan pemerintah kepada perusahaan yang melakukan eksplorasi, karena tidak ada ijin yang jelas dari masyarakat.
Dan itulah yang terjadi di Bima Nusa Tenggara Barat sekarang, dimana mereka membentuk sebuah barisan kuat untuk menolak eksplorasi pertambangan dan meminta kepada pemerintah daerah untuk mencabut SK pengijinan pertambangan tersebut. Pemerintah Daerah tidak mau mencabut ijin tersebut, karena mereka menganggap itu sudah melalui prosedural yang jelas dan sudah mendapatkan ijin dari masyarakat, padahal masyarakat tidak pernah mengeluarkan ijin yang dimaksud. Dengan hal yang demikian itu, warga melakukan pemblokiran terhadap Pelabuhan Sape Bima NTB, sebagai bentuk aspirasi mereka dan meminta pemerintah daerah untuk segera mencabut SK No 188 yang memberikan ijin pada perusahan tambang untuk melakukan ekplorasi di Kecamatan Lambu Kabupaten Bima NTB tersebut.
Pihak Aparat kepolisian meminta berdamai dengan warga supaya menyelesaikan atau menyudahi pemblokiran pelabuhan tersebut, tetapi warga tidak berkenaan meninggalkan tempat mereka dan tetap meminta kepada pemerintah daerah kabupaten bima untuk segera mencabut SK 188 tersebut. Pemerintah kabupaten bima harus bertanggungjawab atas meninggalnya 3 orang warga dalam insiden penembakan brutal yang dilakukan oleh aparat kepolisian dalam kasus penolakan tambang emas di kecamatan lambu.
telah terjadi pembantaian massal terhadap warga yang menyampaikan aspirasi mereka terkait masalah pertambangan tersebut.
Dalam setiap kasus pertambangan di negeri ini, maka bersamaan dengan adanya penolakan dan penerimaan dengan baik 
MENOLAK DENGAN KERAS MASUKNYA TAMBANG DI WILAYAH BIMA NTB, KARENA MASYARAKATNYA ADALAH PETANI. JIKA PEMERINTAH BERSIKUKUH TETAP MEMASUKKANNYA, MAKA DIA HARUS HENGKANG DARI PANGGUNG KEKUASAANNYA. ITU HARGA MATI. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar