PERUBAHAN
SOSIAL DAN KEBUDAYAAN YANG TERJADI DIDALAM MASYARAKAT
KATA PENGANTAR
Dengan ucapan “Syukur Alhamdulillah”
segala puji bagi tuhan semesta alam yang telah menciptakan bumi dan langit
sebagai tempat berpijaknya umat manusia. Akan tetapi, umat manusia malah
mendustakannya dan menduakannya dengan yang lain, itulah salah satu bentuk dari
ketidak taatan manusia dan salah satu bentuk dari keserakahan manusia. Penulis sangat
bersyukur kepada-Nya, dengan ijin-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah
yang tidak sempurna ini. Tidak lupa pula penulis menyampaikan salawat dan salam
atas junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, karena beliau telah berjuang
dengan segenap potensi hidupnya hanya untuk masa depan Islam, sehingga kita
bisa menikmati indahnya kehidupan dibawah naungan Islam.
Dalam hal ini
penulis ingin membahas bagaimana perubahan sosial yang terjadi didalam
masyarakat pada saat sekarang, sehingga kita bisa mengetahui sejauh manakah
perubahan sosial itu berkembang dalam masyarakat. Indonesia sekarang sedang
mengalami suatu
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Apa Pengertian
dari perubahan sosial?
Siapa saja yang
menjadi agen dalam perubahan sosial?
Apa saja tipe
gerakan perubahan sosial?
Apakah Islam
ikut berperan dalam melakukan perubahan di Indonesia?
Apa saja sistem
kerja Islam dalam perubahan sosial yang terjadi pada saat sekarang?
Nalar
kemanusian sebagai nalar perubahan sosial?
PEMBAHASAN
Pengertian
perubahan sosial
Menurut Lorens
Bagus, perubahan itu kalau dalam bahasa inggris yaitu Change dan dalam
bahasa latin yaitu Mutatio, yang
berarti menjadi sesuatu yang lain, atau transisi (peralihan) dari satu
bentuk eksistensi ke bentuk eksistensi lain.
Ada beberapa
filsuf yang memberikan pandangan tentang perubahan;
1.
Heraklitos menerima keuniversalan
perubahan terus-menerus, sambil menjelaskan bahwa perubahan itu terjadi karena
hal-hal yang berlawanan.
2.
Parmedines, Zeno, dan Nagarjuna
menerima kebertetapan dan menolak kemungkinan perubahan.
3.
Aristoteles membedakan tiga tipe
perubahan; alterasi, pertumbuhan atau penghilangan, dan gerak ditempat.
4.
Bergson whitehead menjadikan
kategori menjadi atau proses sentral filsafatnya.
Perubahan itu mempunyai jenis-jenis
tertentu, diantara jenis-jenis itu adalah;
Ø Perubahan substansial (perubahan
intrinsik) substansi, esensi itu sendiri, menjadi sesuatu yang lain.
Perubahan-perubahan yang bolak-balik antara unsur-unsur kimia dasar, sebelumnya
dipikirkan sebagai perubahan-perubahan substansial. Namun, menurut
pendapat ilmu sekarang perubahan itu tidak bersifat substansial.
Ø Perubahan
aksidental (perubahan ekstrinsik) terjadi bila suatu determinasi aksidental
menjadi sesuatu yang lain. Perubahan ini dapat bersifat kuantitatif,
kualitatif, dan lokal. Perubahan aksidental kuantitatif berarti perubahan dalam
jumlah yang tidak sampai mempengaruhi esensi. Kalau suatu perubahan kualitatif
hanya merupakan suatu perubahan dalam bentuk eksternal, ini disebut sebagai
suatu perubahan bentuk, perubahan yang menyangkut kualitas. Suatu perubahan
tempat berarti sama dengan gerak dalam arti lebih sempit, perubahan merupakan
suatu realitas yang tidak sempurna sejauh ia menandakan suatu transisi dari kemungkinan (potensi) ke
aktualitas dari suatu barang atau keadaan.
Perubahan
sosial merupakan suatu keadaan dimana terjadi pergantian masa dalam suatu
masyarakat yang sedang mangalami transisi, entah itu perubahan menuju kepada
pematangan atau menuju kehancuran. Misalnya perubahan yang terjadi didalam
masyarakat Indonesia yang sedang mengalami transisi dari demokrasi terpimpin
ingin menjadi demokrasi seluruhmya, akan tetapi yang terjadi sekarang, justeru
mengalami demokrasi sebagian.
Ada beberapa
pakar sosial dan politik yang mendefinisikan perubahan sosial menurut cara
pandang mereka masing-masing diantaranya adalah:
·
Perubahan sosial adalah setiap
perubahan yang tak pernah terulang dari sistem sosial sebagai satu kesatuan (Hawley, 1978: 787).
·
Perubahan sosial adalah tranformasi
dalam organisasi masyarakat, dalam pola berpikir dan dalam berperilaku pada
waktu dan saat tertentu (Macionis, 1987: 638).
·
Perubahan sosial adalah modifikasi
atau tranformasi dalam perorganisasian masyarakat (Persell, 1987: 586).
·
Perubahan sosial mengacu pada variasi
hubungan antarindividu, kelompok, organisasi, kultur, dan masyarakat pada waktu
dan saat tertentu (Ritzer, et.al, 1987: 560).
·
Perubahan sosial adalah perubahan
pola perilaku, hubungan sosial, lembaga, dan struktur sosial pada waktu
tertentu (Farley, 1990: 626).
Banyak diantara
para pakar politik dan sosial memperdebatkan tentang perubahan sosial
diIndonesia dan masing-masing pendapat yang dikeluarkan itu berbeda dan
mengakibatkan sengketa dan perdebatan yang sangat panjang bahkan sampai
sekarang. Dan banyak diantara para pakar sosial politik memperdebatkan tentang
demokrasi yang terjadi di Indonesia mereka bertanya, apakah Negara Indonesia
telah menerapkan demokrasi seluruhnya ataukah demokrasi sebagian.
Tipe gerakan
sosial yang ingin memperjuangkan hak-hak rakyat
Gerakan Sosial Baru
atau yang disebut dengan GSB itu muncul pada masyarakat Barat modern sejak
1960-an, yang terkait dengan gerakan mahasiswa, potensi anti-perang vietnam,
perjuangan hak-hak sipil dan gerakan perempuan. Gerakan sosial baru biasanya
dianggap mencakup feminisme, politik lingkungan, gerakan perdamaian bdan
politik kultural. Gerakan Sosial Baru ini dilihat terpisah dari gerakan buruh
yang lebih tradisional.
Menurut
Touraine (1981) dan Melluci (1980, 1981, 1989), dalam Chris Barker (2005: 167-168), mangatakan
bahwa Politik radikal kontem-porer sedang memisahkan diri dari determinasi
kelas, mereka ini terorganisasi lewat Gerakan-gerakan Sosial Baru, seperti yang
diungkapkan oleh kedua penulis ini dalam bukunya masing-masing. Gerakan Sosial
Baru semakin menjadi kolektivitas sosial politik dengan suara keras yang
basisnya berada diluar tempat kerja. GSB ini muncul dari pencapaian dalam hal
kebersamaan, kedekatan, dan kontinuitas. Seperti yang diungkapkan oleh Melluci
(1989: 34), mengatakan bahwa; “pembentukan identitas kolektif adalah proses yang
halus/rapuh dan membutuhkan investasi/usaha yang terus-menerus”.
Kemunculan
Gerakan Sosial Baru berkorelasi dengan melemahnnya kepastian hubungan antara
kelas dengan keberpihakan politik. “studi-studi tentang perilaku
mencoblos/voting dan aktivisme menunjukkan adanya penurunan yang stabil dalam
hal komitmen politik antara kelas-kelas utamaatau kategori-kategori kerja di
satu sisi dengan partai-partai politik besar disisi lainnya…. Sejak akhir
1960-an…. Indeks pemilihan kelas terus menunjukkan penurunan” (Crook et al,
1992: 139).
Gerakan sosial
merupakan suatu pergerakan generasi muda yang memiliki rasa sosialisme yang
tinggi dan menginginkan suatu perubahan terjadi di dalam masyarakat. Piotr
Sztompka (2004: 332-336) mengemukakan beberapa tipe gerakan sosial yang menurut
pakar sosial dan politik sebagai tipe gerakan sosial murni
1.
Gerakan sosial yang berbeda menurut
bidang perubahan yang diinginkan. Ada gerakan sosial yang terbatas tujuanya;
hanya untuk mengubah aspek tertentu kehidupan masyarakat tanpa menyentuh inti
struktur institusinya, gerakan yang hanya menginginkan perubahan “didalam”
ketimbang perubahan masyarakatnya sebagai keseluruhan. Ini disebut sebagai gerakan
reformasi.
Neil Smelser
dengan tipologi yang sama akan tetapi rumusan yang lain, membedakan antara;
gerakan yang berorientasi norma dan gerakan yang berorientasi nilai. Gerakan
yang berorientasi norma adalah tindakan memobilisasi atas nama keyakinan umum
(ideologi bersama) yang mengimpikan penataan ulang norma. Sedangkan gerakan
yang berorientasi nilai adalah tindakan kolektif yang dimobilisasi atas nama
keyakinan umum yang menginginkan penataan ulang nilai. Menurut Smelser, nilai
menyediakan pedoman fundamental untuk bertindak. Nilai menetapkan dan mengatur
tujuan upaya manusia. Sedangkan, Norma adalah alat untuk memilih cara yang
tepat dalam mengejar tujuan akhir (Ibid: 27).
2.
Gerakan sosial yang berbeda dalam kualitas
perubahan yang diinginkan. Ada gerakan yang menekankan pada inovasi, berjuang
untuk memperkenalkan institusi baru, hukum baru, bentuk kehidupan baru, dan
keyakinan baru. Gerakan inilah yang dapat memurtadkan masyarakat dari
keyakinannya masing-masing.
3.
Gerakan yang berbeda dalam target
perubahan yang diinginkan. Ada yang memusatkan perhatian pada perubahan
struktur sosial; ada pula yang pada perubahan individual.
4.
Gerakan sosial yang mengenai “arah
perubahan yang diinginkan”. Kebanyakan gerakan mempunyai arah positif. Gerakan seperti itu mencoba
memperkenalkan perubahan tertentu, membuat perbedaan.
5.
Gerakan sosial yang berbeda dalam
strategi yang melandasi atau “logika tindakan mereka” (Rucht, 1988). Ada yang
menyikuti logika instrumental; gerakan ini berjuang untuk mendapatkan kekuasaan
politik dan dengan kekuatan politik itu memaksakan perubahan yang diinginkan
dalam peraturan hukum. Institusi, dan organisasi masyarakat. Tujuan utamanya
adalah kontrol politik.
6.
Perbedaan tipe gerakan sosial yang
ditemukan sangat menonjol dalam epos sejarah berlainan. Ini memungkinkan kita
untuk membedakan dua tipe besar yang berkaitan dengan sejarah modern. Gerakan
yang menonjol di fase awal modernitas memusatkan perhatian pada kepentingan
ekonomi; anggota umumnya direkrut dari satu kelas sosial tertentu,
organisasinya kaku, desentralisasi.
7.
Bila orang melihat pada masyarakat
konkrit, pada waktu historis konkret, disitu akan selalu tampak susunan gerakan
sosial yang kompleks dan heterogen, mencerminkan perbedaan tipe gerakan seperti
yang telah dibahas diatas. Pada tingkat hubungan sosial yang ruwet ini akan
terlihat suatu fenomena yang menonjol. Terutama akan diketahui antara gerakan
dan gerakan tandingan dalam konflik longgar yang saling merangsang dan
memperkuat kualitas (Zald & Useem, 1982: 1).
Nalar
Kemanusiaan sebagai Nalar Perubahan Sosial
Objek kajian
dalam perubahan sosial
Dalam kajian
ini akan banyak sekali hal yang dapat kita bahas yang berkaitan dengan perubahan sosial, sebab
perubahan sosial itu saat ini sedang banyak sekali disoroti oleh para
pakar-pakar ilmu sosial
Indonesia akan
susah sekali untuk menjadi Negara demokratis , sebab semua negara yang
mayoritas Muslim itu jarang sekali yang demokrasi mereka lebih fokus pada
pemerintahan otoriter. Seperti yang dikemukakan oleh (Saiful Mujani, 2007:
32-34) melalui Hipotesis ia mengemukakan bahwa:
Ø Islam dan modal
sosial. Ada tiga hipotesis yang dia ajukan dalam hal ini yaitu: pertama, “ semakin
Islami seorang Muslim, semakin besar ketidak-percayaanya terhadap orang lain”,
kedua, “semakin Islami seorang Muslim, semakin besar ketidak-percayaannya
pada non-Muslim”, dan ketiga, “ semakin Islami seorang Muslim, semakin
kecil keterlibatannya dalam kelompok kewargaan sekuler”.
Ø Islam dan
toleransi sosial-politik. Dia mengemukakan dua hipotesis “semakin Islami seorang Muslim, ia akan
cenderung semakin tidak toleran terhadap orang-orang kristen” dan “semakin
Islami seorang Muslim, semakin ia tidak mau toleran terhadap kelompok yang
tidak disukainya”.
Ø Islam dan
keterlibatan politik. Ia mengatakan bahwa “semakin Islami seorang Muslim,
semakin besar pula kemungkinan untuk ia tidak terlibat dalam politik”.
Ø Islam dan
kepercayaan terhadap institusi Demokrasi. Ia mengatakan bahwa “semakin
Islami seorang Muslim, semakin besar ketidak-percayaannya terhadap institusi
demokrasi”.
Ø Islam dan
prinsip-prinsip demokrasi. Ia mengatakan bahwa “semakin Islami seorang
Muslim, semakin kaut pula ketidak-percayaannya dan semakin kecil pula ia
mendukung prinsip-prinsip demokrasi”.
Ø Islam dan
dukungan terhadap Negara-Bangsa. Ia mengemukakan bahwa “semakin Islami
seorang Muslim, semakin kecil kemungkinan ia untuk mendukung Negara-Bangsa
sebagai komunitas politik”.
Ø Islam dan
partisipasi politik. Ia mengatakan bahwa “semakin Islami seorang Muslim,
semakin kecil ia untuk ikut berpartisipasi dalam politik kecuali politik itu
terkait dengan tuntutan agama”.
Ø Islam,
keterlibatan politik,kepercayaan pada institusi politik, dan partisipasi
politik. Jika klaim Islam bertentangan dengan demokrasi itu benar, maka ia
mengatakan bahwa “semakin Islami seorang Muslim, maka semakin kecil
kemungkinan baginya untuk menjadi warga Negara yang baik dan setia dibandingkan
dengan warga Negara yang teralienasi, naif, dan apatis”.
Ø Intoleransi
Islam dan partisipasi politik. Apabila Islam memiliki hubungan negatif dengan
toleransi, sedangkan toleransi memiliki hubungan negatif dengan partisipasi
politik. Maka Saiful Mujani menyimpulkan bahwa “semakin Islami seorang
Muslim, maka semakin cenderung dia memusuhi konteks politik”. Seorang
Muslim yang tidak toleran akan cenderung aktif dalam politik.
DAFTAR
PUSTAKA
Crook, S., J. Pakulski, dan M.
Waters, 1992, “Postmodernization,
London dan Thausand Oaks, CA, Sage.
Bagus, Lorens,
2000, Kamus Filsafat, Jakarta,
Gramedia Pustaka Utama.
Barker, Chris.,
2005, “Cultural Studies: Teori dan
Praktek”, Yogyakarta, Bentang. Di terjemahkan dari, “Cultural Studies: Theory and Practice”, 2000, London, Sage Publications.
Melucci, A, 1980, “The New Social
Movements: A Theoretical Approach”, Social Science Information, 19 (2).
------------------, 1981, “Ten Hypotheses For The Analysis Of New
Movements”, dalam D. Pinto (ed.) “Contemporary
Italian Socoilogy, Cambridge, Cambridge University Press.
Mujani, Saiful, 2007, “Muslim Demokrat: Islam, Budaya Demokrasi dan Partisipasi Politik Di Indonesia Pasca-Orde
Baru”, Jakarta,
Gramedia Pustaka Utama.
Sztompka, Piotr, 2004, Sosiologi
Perubahan Sosial, Jakarta, Prenada Media.
Touraine, A., 1981, “The Voice and
The Eye: An Analysis Of Social Movements, Cambridge, Cambridge
University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar