Sabtu, 12 November 2011

PERUBAHAN SOSIAL DAN KEBUDAYAAN YANG TERJADI DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT INDONESIA


PERUBAHAN SOSIAL DAN KEBUDAYAAN YANG TERJADI DIDALAM MASYARAKAT



KATA PENGANTAR

Dengan ucapan “Syukur Alhamdulillah” segala puji bagi tuhan semesta alam yang telah menciptakan bumi dan langit sebagai tempat berpijaknya umat manusia. Akan tetapi, umat manusia malah mendustakannya dan menduakannya dengan yang lain, itulah salah satu bentuk dari ketidak taatan manusia dan salah satu bentuk dari keserakahan manusia. Penulis sangat bersyukur kepada-Nya, dengan ijin-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang tidak sempurna ini. Tidak lupa pula penulis menyampaikan salawat dan salam atas junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, karena beliau telah berjuang dengan segenap potensi hidupnya hanya untuk masa depan Islam, sehingga kita bisa menikmati indahnya kehidupan dibawah naungan Islam.
Dalam hal ini penulis ingin membahas bagaimana perubahan sosial yang terjadi didalam masyarakat pada saat sekarang, sehingga kita bisa mengetahui sejauh manakah perubahan sosial itu berkembang dalam masyarakat. Indonesia sekarang sedang mengalami suatu
PENDAHULUAN
Latar Belakang


Rumusan Masalah
Apa Pengertian dari perubahan sosial?
Siapa saja yang menjadi agen dalam perubahan sosial?
Apa saja tipe gerakan perubahan sosial?
Apakah Islam ikut berperan dalam melakukan perubahan di         Indonesia?
Apa saja sistem kerja Islam dalam perubahan sosial yang terjadi pada saat sekarang?
Nalar kemanusian sebagai nalar perubahan sosial?
PEMBAHASAN
Pengertian perubahan sosial
Menurut Lorens Bagus, perubahan itu kalau dalam bahasa inggris yaitu Change dan dalam bahasa latin yaitu Mutatio, yang  berarti menjadi sesuatu yang lain, atau transisi (peralihan) dari satu bentuk eksistensi ke bentuk eksistensi lain.
Ada beberapa filsuf yang memberikan pandangan tentang perubahan;
1.    Heraklitos menerima keuniversalan perubahan terus-menerus, sambil menjelaskan bahwa perubahan itu terjadi karena hal-hal yang berlawanan.
2.    Parmedines, Zeno, dan Nagarjuna menerima kebertetapan dan menolak kemungkinan perubahan.
3.    Aristoteles membedakan tiga tipe perubahan; alterasi, pertumbuhan atau penghilangan, dan gerak ditempat.
4.    Bergson whitehead menjadikan kategori menjadi atau proses sentral filsafatnya.
Perubahan itu mempunyai jenis-jenis tertentu, diantara jenis-jenis itu adalah;
Ø  Perubahan substansial (perubahan intrinsik) substansi, esensi itu sendiri, menjadi sesuatu yang lain. Perubahan-perubahan yang bolak-balik antara unsur-unsur kimia dasar, sebelumnya dipikirkan sebagai perubahan-perubahan substansial. Namun, menurut pendapat ilmu sekarang perubahan itu tidak bersifat substansial.
Ø  Perubahan aksidental (perubahan ekstrinsik) terjadi bila suatu determinasi aksidental menjadi sesuatu yang lain. Perubahan ini dapat bersifat kuantitatif, kualitatif, dan lokal. Perubahan aksidental kuantitatif berarti perubahan dalam jumlah yang tidak sampai mempengaruhi esensi. Kalau suatu perubahan kualitatif hanya merupakan suatu perubahan dalam bentuk eksternal, ini disebut sebagai suatu perubahan bentuk, perubahan yang menyangkut kualitas. Suatu perubahan tempat berarti sama dengan gerak dalam arti lebih sempit, perubahan merupakan suatu realitas yang tidak sempurna sejauh ia menandakan  suatu transisi dari kemungkinan (potensi) ke aktualitas dari suatu barang atau keadaan.
Perubahan sosial merupakan suatu keadaan dimana terjadi pergantian masa dalam suatu masyarakat yang sedang mangalami transisi, entah itu perubahan menuju kepada pematangan atau menuju kehancuran. Misalnya perubahan yang terjadi didalam masyarakat Indonesia yang sedang mengalami transisi dari demokrasi terpimpin ingin menjadi demokrasi seluruhmya, akan tetapi yang terjadi sekarang, justeru mengalami demokrasi sebagian.
Ada beberapa pakar sosial dan politik yang mendefinisikan perubahan sosial menurut cara pandang mereka masing-masing diantaranya adalah:
·         Perubahan sosial adalah setiap perubahan yang tak pernah terulang dari sistem sosial sebagai satu  kesatuan (Hawley, 1978: 787).
·         Perubahan sosial adalah tranformasi dalam organisasi masyarakat, dalam pola berpikir dan dalam berperilaku pada waktu dan saat tertentu (Macionis, 1987: 638).
·         Perubahan sosial adalah modifikasi atau tranformasi dalam perorganisasian masyarakat (Persell, 1987: 586).
·         Perubahan sosial mengacu pada variasi hubungan antarindividu, kelompok, organisasi, kultur, dan masyarakat pada waktu dan saat tertentu (Ritzer, et.al, 1987: 560).
·         Perubahan sosial adalah perubahan pola perilaku, hubungan sosial, lembaga, dan struktur sosial pada waktu tertentu (Farley, 1990: 626).
Banyak diantara para pakar politik dan sosial memperdebatkan tentang perubahan sosial diIndonesia dan masing-masing pendapat yang dikeluarkan itu berbeda dan mengakibatkan sengketa dan perdebatan yang sangat panjang bahkan sampai sekarang. Dan banyak diantara para pakar sosial politik memperdebatkan tentang demokrasi yang terjadi di Indonesia mereka bertanya, apakah Negara Indonesia telah menerapkan demokrasi seluruhnya ataukah demokrasi sebagian.
Tipe gerakan sosial yang ingin memperjuangkan hak-hak rakyat
Gerakan Sosial Baru atau yang disebut dengan GSB itu muncul pada masyarakat Barat modern sejak 1960-an, yang terkait dengan gerakan mahasiswa, potensi anti-perang vietnam, perjuangan hak-hak sipil dan gerakan perempuan. Gerakan sosial baru biasanya dianggap mencakup feminisme, politik lingkungan, gerakan perdamaian bdan politik kultural. Gerakan Sosial Baru ini dilihat terpisah dari gerakan buruh yang lebih tradisional.
Menurut Touraine (1981) dan Melluci (1980, 1981, 1989), dalam  Chris Barker (2005: 167-168), mangatakan bahwa Politik radikal kontem-porer sedang memisahkan diri dari determinasi kelas, mereka ini terorganisasi lewat Gerakan-gerakan Sosial Baru, seperti yang diungkapkan oleh kedua penulis ini dalam bukunya masing-masing. Gerakan Sosial Baru semakin menjadi kolektivitas sosial politik dengan suara keras yang basisnya berada diluar tempat kerja. GSB ini muncul dari pencapaian dalam hal kebersamaan, kedekatan, dan kontinuitas. Seperti yang diungkapkan oleh Melluci (1989: 34), mengatakan bahwa; “pembentukan identitas kolektif adalah proses yang halus/rapuh dan membutuhkan investasi/usaha yang terus-menerus”.
Kemunculan Gerakan Sosial Baru berkorelasi dengan melemahnnya kepastian hubungan antara kelas dengan keberpihakan politik. “studi-studi tentang perilaku mencoblos/voting dan aktivisme menunjukkan adanya penurunan yang stabil dalam hal komitmen politik antara kelas-kelas utamaatau kategori-kategori kerja di satu sisi dengan partai-partai politik besar disisi lainnya…. Sejak akhir 1960-an…. Indeks pemilihan kelas terus menunjukkan penurunan” (Crook et al, 1992: 139).
Gerakan sosial merupakan suatu pergerakan generasi muda yang memiliki rasa sosialisme yang tinggi dan menginginkan suatu perubahan terjadi di dalam masyarakat. Piotr Sztompka (2004: 332-336) mengemukakan beberapa tipe gerakan sosial yang menurut pakar sosial dan politik sebagai tipe gerakan sosial murni
1.    Gerakan sosial yang berbeda menurut bidang perubahan yang diinginkan. Ada gerakan sosial yang terbatas tujuanya; hanya untuk mengubah aspek tertentu kehidupan masyarakat tanpa menyentuh inti struktur institusinya, gerakan yang hanya menginginkan perubahan “didalam” ketimbang perubahan masyarakatnya sebagai keseluruhan. Ini disebut sebagai gerakan reformasi.
Neil Smelser dengan tipologi yang sama akan tetapi rumusan yang lain, membedakan antara; gerakan yang berorientasi norma dan gerakan yang berorientasi nilai. Gerakan yang berorientasi norma adalah tindakan memobilisasi atas nama keyakinan umum (ideologi bersama) yang mengimpikan penataan ulang norma. Sedangkan gerakan yang berorientasi nilai adalah tindakan kolektif yang dimobilisasi atas nama keyakinan umum yang menginginkan penataan ulang nilai. Menurut Smelser, nilai menyediakan pedoman fundamental untuk bertindak. Nilai menetapkan dan mengatur tujuan upaya manusia. Sedangkan, Norma adalah alat untuk memilih cara yang tepat dalam mengejar tujuan akhir (Ibid: 27).
2.    Gerakan sosial yang berbeda dalam kualitas perubahan yang diinginkan. Ada gerakan yang menekankan pada inovasi, berjuang untuk memperkenalkan institusi baru, hukum baru, bentuk kehidupan baru, dan keyakinan baru. Gerakan inilah yang dapat memurtadkan masyarakat dari keyakinannya masing-masing.
3.    Gerakan yang berbeda dalam target perubahan yang diinginkan. Ada yang memusatkan perhatian pada perubahan struktur sosial; ada pula yang pada perubahan individual.
4.    Gerakan sosial yang mengenai “arah perubahan yang diinginkan”. Kebanyakan gerakan mempunyai arah positif. Gerakan seperti itu mencoba memperkenalkan perubahan tertentu, membuat perbedaan.
5.    Gerakan sosial yang berbeda dalam strategi yang melandasi atau “logika tindakan mereka” (Rucht, 1988). Ada yang menyikuti logika instrumental; gerakan ini berjuang untuk mendapatkan kekuasaan politik dan dengan kekuatan politik itu memaksakan perubahan yang diinginkan dalam peraturan hukum. Institusi, dan organisasi masyarakat. Tujuan utamanya adalah kontrol politik.
6.    Perbedaan tipe gerakan sosial yang ditemukan sangat menonjol dalam epos sejarah berlainan. Ini memungkinkan kita untuk membedakan dua tipe besar yang berkaitan dengan sejarah modern. Gerakan yang menonjol di fase awal modernitas memusatkan perhatian pada kepentingan ekonomi; anggota umumnya direkrut dari satu kelas sosial tertentu, organisasinya kaku, desentralisasi.
7.    Bila orang melihat pada masyarakat konkrit, pada waktu historis konkret, disitu akan selalu tampak susunan gerakan sosial yang kompleks dan heterogen, mencerminkan perbedaan tipe gerakan seperti yang telah dibahas diatas. Pada tingkat hubungan sosial yang ruwet ini akan terlihat suatu fenomena yang menonjol. Terutama akan diketahui antara gerakan dan gerakan tandingan dalam konflik longgar yang saling merangsang dan memperkuat kualitas (Zald & Useem, 1982: 1).

Nalar Kemanusiaan sebagai Nalar Perubahan Sosial

Objek kajian dalam perubahan sosial
Dalam kajian ini akan banyak sekali hal yang dapat kita bahas  yang berkaitan dengan perubahan sosial, sebab perubahan sosial itu saat ini sedang banyak sekali disoroti oleh para pakar-pakar ilmu sosial

Indonesia akan susah sekali untuk menjadi Negara demokratis , sebab semua negara yang mayoritas Muslim itu jarang sekali yang demokrasi mereka lebih fokus pada pemerintahan otoriter. Seperti yang dikemukakan oleh (Saiful Mujani, 2007: 32-34) melalui Hipotesis ia mengemukakan bahwa:
Ø  Islam dan modal sosial. Ada tiga hipotesis yang dia ajukan dalam hal ini yaitu: pertama, “ semakin Islami seorang Muslim, semakin besar ketidak-percayaanya terhadap orang lain”, kedua, “semakin Islami seorang Muslim, semakin besar ketidak-percayaannya pada non-Muslim”, dan ketiga, “ semakin Islami seorang Muslim, semakin kecil keterlibatannya dalam kelompok kewargaan sekuler”.
Ø  Islam dan toleransi sosial-politik. Dia mengemukakan dua hipotesis  semakin Islami seorang Muslim, ia akan cenderung semakin tidak toleran terhadap orang-orang kristen” dan “semakin Islami seorang Muslim, semakin ia tidak mau toleran terhadap kelompok yang tidak disukainya”.
Ø  Islam dan keterlibatan politik. Ia mengatakan bahwa “semakin Islami seorang Muslim, semakin besar pula kemungkinan untuk ia tidak terlibat dalam politik”.
Ø  Islam dan kepercayaan terhadap institusi Demokrasi. Ia mengatakan bahwa “semakin Islami seorang Muslim, semakin besar ketidak-percayaannya terhadap institusi demokrasi”.
Ø  Islam dan prinsip-prinsip demokrasi. Ia mengatakan bahwa “semakin Islami seorang Muslim, semakin kaut pula ketidak-percayaannya dan semakin kecil pula ia mendukung prinsip-prinsip demokrasi”.
Ø  Islam dan dukungan terhadap Negara-Bangsa. Ia mengemukakan bahwa “semakin Islami seorang Muslim, semakin kecil kemungkinan ia untuk mendukung Negara-Bangsa sebagai komunitas politik”.
Ø  Islam dan partisipasi politik. Ia mengatakan bahwa “semakin Islami seorang Muslim, semakin kecil ia untuk ikut berpartisipasi dalam politik kecuali politik itu terkait dengan tuntutan agama”.
Ø  Islam, keterlibatan politik,kepercayaan pada institusi politik, dan partisipasi politik. Jika klaim Islam bertentangan dengan demokrasi itu benar, maka ia mengatakan bahwa “semakin Islami seorang Muslim, maka semakin kecil kemungkinan baginya untuk menjadi warga Negara yang baik dan setia dibandingkan dengan warga Negara yang teralienasi, naif, dan apatis”.
Ø  Intoleransi Islam dan partisipasi politik. Apabila Islam memiliki hubungan negatif dengan toleransi, sedangkan toleransi memiliki hubungan negatif dengan partisipasi politik. Maka Saiful Mujani menyimpulkan bahwa “semakin Islami seorang Muslim, maka semakin cenderung dia memusuhi konteks politik”. Seorang Muslim yang tidak toleran akan cenderung aktif dalam politik.


DAFTAR PUSTAKA

Crook, S., J. Pakulski, dan M. Waters, 1992, “Postmodernization, London dan Thausand Oaks, CA, Sage.
Bagus, Lorens, 2000, Kamus Filsafat, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.
Barker, Chris., 2005,  Cultural Studies: Teori dan Praktek”, Yogyakarta, Bentang. Di terjemahkan dari, “Cultural Studies: Theory and Practice”, 2000, London, Sage Publications.
Melucci, A, 1980, “The New Social Movements: A Theoretical Approach”, Social Science Information, 19 (2).
------------------, 1981, “Ten Hypotheses For The Analysis Of New Movements”, dalam D. Pinto (ed.) “Contemporary Italian Socoilogy, Cambridge, Cambridge University Press.
Mujani, Saiful, 2007, “Muslim Demokrat: Islam, Budaya Demokrasi dan Partisipasi Politik Di Indonesia Pasca-Orde Baru, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.
Sztompka, Piotr, 2004, Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta, Prenada Media.
Touraine, A., 1981, “The Voice and The Eye: An Analysis Of Social Movements, Cambridge, Cambridge University Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar