FORMAT MAHKAMAH RAKYAT
Dasar
pemikiran munculnya Mahkamah Rakyat sebagai alternatif penyelesaian persoalan
di negara ini adalah mandeknya proses reformasi, dimana law enforcement (pelaksanaan perundang-undangan) dan trias politica tidak berjalan dengan
baik. Hal ini dimungkinkan ketika proses reformasi yang telah berjalan
selama ini dipahami hanya sebatas perpindahan kekuasaan, dari penguasa Orde
Baru, Suharto dan Habibie, kepada penguasa Gus Dur. Sementara itu kalau kita
mau jujur akan kondisi saat ini, kekuatan Orde Baru masih mempunyai
kedudukan-kedudukan yang strategis dalam birokrat pemerintahan.
Dari data
statistik yang dapat dikumpulkan, bahwa 61 Bupati yang ada di Indonesia masih
dipegang oleh kelompok Golkar sebagai salah satu contoh. Sejarah Indonesia,
khususnya 33 tahun terakhir, telah mencatat bahwa problem kenegaraan yang kita
alami, mulai dari munculnya penyalahgunaan kekuasaan, kemudian melahirkan
pelanggaran-pelanggaran HAM, Ekonomi, Politik, tidak terlepas dari bobroknya
kinerja pemerintahan Orde Baru.
Hingga saat
ini, guliran waktu yang telah berjalan telah menjawab pergumulan kita bersama
ketika kita hendak memperjuangkan negara Indonesia yang demokratis dan
berkedaulatan rakyat. Saat ini kita telah mendapatkan jawaban yang pasti, bahwa
negara tidak dapat menggunakan legalitas yang ia miliki untuk mewujudkan
kebenaran dan keadilan tersebut.
Sementara
itu, tuntutan masyarakat akan kebenaran dan keadilan menjadi sebuah kekuatan
aspirasi yang tidak dapat diakomodir oleh lembaga kekuasaan negara. Sama
seperti tragedi kemanusiaan 1965-1971, dimana stigma PKI menjadi alat yang
efektif untuk saling membunuh. Pola pengadilan jalanan seperti ini ternyata
efektif melumpuhkan kekuatan PKI pada saat itu. Pola pengadilan Jalanan (street
justice) yang digunakan penguasa Orde Baru ternyata mampu melakukan cleansing
regime Orde Lama. Tentu pola seperti ini tidak dapat diterima
dalam koridor nilai-nilai kemanusiaan dan hukum. Keadilan substansial tidak
akan dapat dicapai dengan mengabaikan keadilan prosedural. Keadilan substansial
yang dicapai tanpa melalui keadilan prosedural hanya dapat memunculkan
bentuk-bentuk ketidakadilan yang baru.
Pengalaman tragedi kemanusiaan ini menjadi rekomendasi bagi kita dalam rangka menyusun
sejarah bangsa ini. Jelas, tragedi tersebut tidak boleh diulangi kembali. Pola
street justice yang berlangsung kurang lebih 6 tahun ternyata melahirkan
korban-korban ketidakadilan yang baru. Ketika lembaga formal hukum negara tidak
dapat mengakomodir perwujudan truth and justice (kebenaran dan keadilan), maka
kita sebagai anak bangsa mempunyai legitimasi sosial untuk membentuk mekanisme
peradilan extra-formal dan extra-judicial untuk menghindari pola-pola
pengadilan jalanan (street justice). MAHKAMAH RAKYAT menjadi alternatif
yang bersifat extra-formal dan extra-judicial untuk mencapai keadilan dan
kebenaran tersebut.
MAHKAMAH RAKYAT ini harus ditempatkan dalam tiga kerangka
besar, yaitu:
1.
Kondisi Transisi Demokrasi, kerangka
demokratisasi harus tetap digunakan.
2. Kerangka kebenaran yang harus dibuka dengan menegakkan keadilan,
artinya bagaimana proses penegakan hukum tidak diikutsertakan dengan munculnya
bentuk kejahatan-kejahatan hukum yang baru. Dengan demikian tidak
ada terminologi balas dendam politik.
3. Mengangkat
persoalan ketertindasan rakyat yang selama ini menjadi korban kejahatan negara.
Sementara
pada tataran teknis, MAHKAMAH RAKYAT mempunyai tiga fungsi pokok, yaitu:
1.
Pembongkaran kejahatan-kejahatan Orde
Baru (sosial, ekonomi, dan politik)
2.
Pemulihan atas hak-hak rakyat yang selama
ini telah dirugikan oleh negara.
3.
Adanya proses peradilan.
MAHKAMAH RAKYAT ini tidak akan berjalan bila tidak melalui Proses,
Institusi dan Mekanisme serta Tujuan yang jelas. Kemudian MAHKAMAH RAKYAT
diharapkan nantinya akan memberi legitimasi bagi rakyat untuk mengambil
hak-haknya kembali.
II. KERANGKA FILOSOFIS MAHKAMAH RAKYAT (DALAM SUDUT
PANDANG AKADEMIS)
Kata kunci dalam MAHKAMAH RAKYAT ini adalah Rakyat.
Siapakah rakyat yang dimaksud dalam konteks Mahkamah Rakyat ?. Tentunya rakyat
yang dimaksud dalam konteks ini adalah rakyat yang selama ini dirugikan dan
menjadi korban kekuasaan negara. Dalam hal ini, rakyat akan menjadi obyek
korban kekuasaan, dan sekelompok yang berkuasa menjadi subyek kekuasaan negara.
Sehingga si obyek senantiasa akan mendapat penindasan
dari si subyek yang berkuasa tadi.
Kalau kita memperhatikan guliran reformasi yang telah berjalan beberapa waktu
belakangan ini, jauh dari harapan sesungguhnya. Hingga saat ini, negara belum
mampu menjalankan fungsi yudikatifnya. Hal ini ditunjukkan dengan masih adanya
cyrcle-impunity (lingkaran kejahatan negara di masa lalu yang tidak dapat
tersentuh oleh mekanisme hukum). Kemunculan MAHKAMAH RAKYAT dalam masa transisi
demokrasi seperti yang terjadi di Indonesia saat ini diakibatkan oleh kegagalan
reformasi atau revolusi untuk menuju cita-cita demokrasi yang sesungguhnya.
Dengan demikian MAHKAMAH RAKYAT dapat dikatakan sebagai sebagai mekanisme
konstitusi alternatif untuk menegakkan keadilan dan nilai-nilai HAM.
Dasar logika MAHKAMAH RAKYAT adalah sebagai
berikut:
Dalam kerangka Teori Hukum, HAM dan sosial.
Bukan kerangka Teori Politik dalam arti suatu usaha balas dendam
politik yang mengarah pada street-justice.
Sehingga MAHKAMAH RAKYAT dapat diterjemahkan sebagai
berikut:
1. Merupakan
kontrol terhadap "Judicial Corruption" yang terjadi pada
lembaga peradilan negara yang mengakibatkan "Judicial Violance"
2.
Suatu mekanisme alternatif sebagai antitesa terhadap "Street-justice".
3.
MAHKAMAH RAKYAT adalah mekanisme alternatif yang berjalan di luar
mekanisme hukum formal yang ada akibat dari kegagalan negara dalam melaksanakan
fungsi yudikatifnya.
4.
MAHKAMAH RAKYAT tidak dibentuk oleh negara, namun oleh kekuatan
rakyat dimana legitimasinya terletak pada social legitimate (legitimasi sosial)
yang berasal dari rakyat sendiri.
5.
MAHKAMAH RAKYAT bukanlah suatu langkah politik untuk
mengambil/merebut kekuasaan negara ataupun sebuah mekanisme balas dendam
politik. Kebutuhan MAHKAMAH RAKYAT hanya terletak dalam usaha mewujudkan
nilai-nilai kebenaran dan keadilan yang sesungguhnya.
6.
MAHKAMAH RAKYAT bukanlah suatu pertanggung jawaban secara politik,
namun merupakan suatu pertanggung jawaban dalam mekanisme hukum
alternatif.
Ada tiga prioritas utama yang harus
dikerjakan dalam mekanisme hukum alternatif ini, yaitu:
1. Korban dan
Kasus.
2.
Skala prioritas ditentukan berdasarkan
pengorganisasian yang dilakukan terhadap rakyat yang korban.
3.
Bentuk peradilan ad-hoc extra judicial;
Sebuah mekanisme peradilan alternatif atas ketidakberfungsian mekanisme
peradilan institusional (negara) yang dibentuk oleh kekuatan rakyat, dan
memberikan kesempatan kepada masyarakat atau korban sebagai penggugat sipil.
4.
Mahkamah Konstitusi; Melegitimasi korban
untuk mendapatkan kembali hak-haknya yang telah direbut dengan melakukan
desakan-desakan, juga untuk menyerang/mencabut produk hukum yang digunakan
negara sebagai alat legitimasi untuk melakukan penindasan.
Kerangka mekanisme MAHKAMAH RAKYAT itu sendiri selalu berpotensi menghasilkan:
1.
Penekanan terhadap lembaga yudikatif (formal) secara masif.
2.
Membuat korban menjadi radikal dan
bergerak untuk menuntut keadilan. Hal ini tergantung pada tingkat kwalitas
pengorganisiran yang dilakukan.
Catatan:
Apabila kita berbicara tentang kerangka umum MAHKAMAH RAKYAT haruslah sangat
hati-hati, karena apabila kita lebih menekankan pengorganisiran dalam rangka
Cleansing Regime akan lebih mengarah kepada street-justice ketika negara tidak
dapat menjalankan fungsi yudikatifnya.
Pada dasarnya MAHKAMAH RAKYAT lebih merupakan sebagai wadah konsolidasi
kekuatan di antara kelompok-kelompok pro demokrasi terhadap cita-cita demokrasi
dan rasa keadilan yang memang harus dikembalikan kepada masyarakat. Karena
memang ketika hukum itu dibuat maka ia harus dikembalikan kepada masyarakat.
Catatan:
Setelah melalui masa perubahan, baik itu dilakukan melalui proses reformasi
maupun revolusi, rakyat yang tadinya adalah korban ketidakadilan negara dan
korban kejahatan negara diharapkan akan mendapatkan keadilan yang selama
pemerintahan yang lama tidak didapatkan. Keadilan ini seharusnya didapatkan
pada masa transisi. Sementara itu negara mempunyai legitimasi legal formal,
moral dan social untuk mengusut kejahatan penguasa yang lama agar rakyat
mendapatkan keadilan.
Akibat dari
persoalan-persoalan politik, negara tidak dapat menjalankan fungsinya. Dengan
demikian seluruh kekuatan elemen masyarakat mempunyai legitimasi social dan
moral untuk membentuk sebuah mekanisme alternatif peradilan yang akan
memberikan keadilan kepada rakyat yang selama ini menjadi korban kejahatan
pemerintahan yang lama. Lembaga extra konstitusional dan extra judicial inilah
yang akan mengembalikan keadilan kepada rakyat. Lembaga ini adalah MAHKAMAH
RAKYAT (People Tribunal).
III. LANDASAN PEMIKIRAN MAHKAMAH
RAKYAT (DALAM KERANGKA
HUKUM, HUMAN RIGHTS, DAN POLITIK )
Kenapa MAHKAMAH RAKYAT…..?
Akibat dari proses perubahan
dari pemerintahan yang lama menuju pemerintahan yang baru akan menciptakan
polarisasi yang radikal. Polarisasi ini akan memperjelas garis batas rakyat
yang korban. Pada kondisi yang ideal, negara akan bertanggung jawab untuk
mengembalikan hak-hak rakyat yang telah dikorbankan. Akibat persoalan politis,
negara tidak mampu menggunakan lembaga yudikatifnya untuk melakukan proses hukum
terhadap rakyat yang korban dan pemerintahan lama.
Krisis penegakan hukum ini,
memunculkan persoalan baru, bahwa rakyat membutuhkan mekanisme alternatif dalam
melakukan proses hukum ini. Bagaimanapun juga rakyat tetap berhak mendapatkan
keadilan. MAHKAMAH RAKYAT menjadi pilihan alternatif. Sebelum mencapai MAHKAMAH
RAKYAT ini, perlu dilakukan periodesasi waktu terjadinya pelanggaran negara
terhadap rakyat yang korban dan inventarisir data-data sebagai bukti kejahatan
negara terhadap rakyatnya.
MAHKAMAH RAKYAT ini mempunyai tiga fungsi,
yaitu:
1.
Mekanisme peradilan; Sebagai mekanisme
teknis berjalannya sistem peradilan. Dalam hal ini akan dipilih hakim ad-hoc,
jaksa ad-hoc, pengacara ad-hoc, saksi-saksi, dan korban.
2.
Korban; Identifikasi terhadap korban yang
berkisar pada bentuk-bentuk kejahatan yang dilakukan negara terhadap korban.
3.
Konstitusi; Mahkamah ini berfungsi untuk
menguji dan mencabut produk hukum positif pemerintahan lama yang menindas
kemerdekaan rakyat.
Frame MAHKAMAH
RAKYAT tetap ditempatkan sebagai usaha penegakan hukum guna memenuhi rasa
keadilan dan kebenaran (truth and justice), baik secara substansial maupun
secara prosedural. MAHKAHMAH RAKYAT ini berlaku sebagai sarana dan mekanisme
pertanggung jawaban hukum rezim lama yang menindas, bukan sebagai pertanggung
jawaban politik. Mahkamah Rakyat ini harus dapat memberikan jaminan terhadp
hak-hak korban yang telah dirampas. Sehingga apabila kita memperlebar frame ini
ke arah frame Human Rights, maka Mahkamah Rakyat ini bukanlah street justice.
Makna keadilan bagi rakyat harus dapat dicapai melalui MAHKAMAH RAKYAT
ini, meliputi: Restitusi, Kompensasi, Rehabilitasi. Dengan demikian
keadilan yang didapat oleh rakyat adalah keadilan yang substansial. MAHKAMAH
RAKYAT ini menjadi alat rekonsiliasi yang didasarkan pada Right to Know (hak
untuk mengetahui), Right to Justice (hak mendapat keadilan), sebagai
jaminan tidak berulangnya pengalaman masa lalu di masa yang akan datang.
Mekanisme peradilan ini seharusnya diciptakan sebagai alat penegakan hukum dan
keadilan atas pelanggaran dan kejahatan masa lalu sehingga tidak menciptakan
bentuk pelanggaran dan kejahatan yang baru.
IV. KERANGKA ACUAN MEKANISME
KERJA MAHKAMAH RAKYAT
Periodesasi
Lebih diorientasikan mulai dari 1965 sampai dengan masa transisi saat ini. Hal
itu karenakan pada saat Orde Baru berkuasa, ia telah melakukan bentuk
penyalahgunaan kekuasaan yang kemudian melahirkan bentuk penindasan (otoriter)
dalam bentuk pelanggaran HAM, kejahatan ekonomi (KKN) dan lain sebagainya.
Bentuk-Bentuk Kejahatan Negara Selama Rezim Orde Baru
1.
Violence By Action; Bentuk kekerasan yang dilakukan oleh negara
dengan menggunakan perangkat-perangkat kekuasaannya secara langsung (militer
dan birokrasi)
2.
Violence By Omission; Bentuk kejahatan negara, dimana negara
mendiamkan/membiarkan terjadinya bentuk kekerasan negara yang terjadi pada
masyarakat. Contoh: Konflik sosial di Ambon, Sambas, Banyuwangi, dll.
3.
Violence By Yudicial; Bentuk kejahatan negara yang menggunakan
produk hukum sebagai alat legitimasi terhadap berbagai bentuk kejahatan yang
dilakukan oleh negara. Contoh: Keppres tentang Mobnas, dll.
Identifikasi
Kasus
1.
Persoalan agrarian; Misal:
perampasan tanah, KUT, monopoli pupuk, mekanisme pemasaran yang terganggu.
2.
Buruh; Misal: PHK, Eksploitasi hak-hak normatif buruh.
3. Kaum Miskin Kota (dimiskinkan akibat kekuasaan).
4.
Nelayan.
5.
Pembantaian rakyat.
6.
Monopoli perdagangan (kejahatan ekonomi); Misal: monopoli atas
pengolahan tepung (Boga Sari).
7. KKN; Misal: kasus korupsi, kasus likuidasi perbankan.
8.
Pers.
9. Ekploitasi hak-hak anak kecil dan perempuan.
10. Kerusakan
lingkungan
Dalam rangka mewujudkan MAHKAMAH RAKYAT sebagai sistem peradilan alternatif
atas kebuntuan sistem hukum formal negara saat ini dalam membongkar kasus-kasus
penyelewengan kekuasaan selama Orde Baru, maka langkah-langkah yang akan
ditempuh adalah sebagai berikut:
1.
Pembentukan Panitia Bersama Mahkamah Rakyat Tingkat Nasional
a.
Membangun kampanye-kampanye dan
sosialisasi Mahkamah Rakyat.
b.
Melakukan Konsolidasi umum kekuatan pro-demokrasi.
c.
Membangun sebuah mekanisme jaringan informasi yang kuat di antara
kekuatan pro-demokrasi dalam
d.
Mahkamah Rakyat.
e.
Membentuk kepanitiaan di tingkat regional
atau lokal/daerah.
f.
Pembentukan Divisi dalam rangka pembagian
kerja di tingkat nasional maupun pada tingkat lokal/daerah.
2.
Pembentukan Kepanitiaan Daerah/Regional.
a. Kampanye di
tingkat local.
b. Penginventarisiran
kasus berdasarkan jumlah, periodesasi, dan wilayah terjadinya kasus.
c. Konsolidasi
kekuatan pro-demokrasi pada tingkat local.
d. Pengorganisasian korban pemerintahan Orde Baru.
e.
Menciptakan polarisasi kekuatan (siapa
lawan dan siapa kawan)
3.
Pembentukan Panitia Ad-Hoc Extra Judicial Tingkat Pusat dan
Tingkat Lokal/Daerah
Pengambilan pernyataan korban berdasarkan
wilayah terjadinya dan jumlah korban melalui:
a.
Memberikan kesempatan kepada korban untuk menyatakan kebenaran.
b.
Mengungkapkan historical background munculnya pelanggaran
tersebut.
c.
Mengidentifikasikan akibat dari pelanggaran-pelanggaran tersebut.
d.
Mencari bukti-bukti yang menguatkan tersangka dibawa dan diadili
dalam Mahkamah Rakyat..
Testemony
a. Mengungkapkan
kebenaran.
b. Pelurusan
sejarah masa lampau, serta mengungkapkan apa yang terjadi pada masa lampau.
c. Identifikasi
pelanggaran yang terjadi.
d. Proses
pembelajaran politik rakyat.
Testemony Dapat Dilakukan dalam Dua Sifat,
yaitu:
a. Umum (di
depan publik).
b. Tertutup.
Cara yang digunakan ini tetap memegang
prinsip bahwa harus ada jaminan keamanan korban.
Testemony
Dapat Dilakukan dalam Beberapa Bentuk, yaitu:
a. Testemony/kesaksian
korban.
b. Testimony
oleh lembaga/institusi yang mendampingi/mengorganisir korban.
c.
Berdasarkan kejadian yang meliputi
korban, saksi, pelaku.
d. Tema. Isu yang akan dipublikasikan kepada publik berkaitan dengan
bentuk-bentuk pelanggaran HAM/Ekonomi.
Jaminan Keamanan Korban dan Perlindungan Saksi.
Manajemen Informasi
Sharing dan evaluasi
Data base
1.
Definisi
Panitia bersama adalah kepanitiaan yang
bersifat nasional dan local yang dibentuk dalam rangka mempersiapkan
pembentukan Mahkamah Rakyat.
2.
Kriteria
Setiap individu/kelompok/organisasi berhak
masuk dalam kepanitiaan pembentukan Mahkamah Rakyat dengan criteria sebagai
berikut:
Bukan individu/kelompok/organisasi yang berafiliasi dengan kekuatan
politik Orde Baru.
Non-Partisan dan
tidak berafiliasi dengan kekuatan partai politik manapun, terutama tidak masuk
dalam struktur partai politik.
Sepakat dan siap bekerja sama dalam pembentukan Mahkamah Rakyat.
Kalangan
pro-demokrasi yang konsisten dan setia melakukan perlawanan terhadap
pemerintahan Orde Baru.
Setiap
individu/kelompok/organisasi yang direkomendasikan masuk dalam struktur
kepanitiaan pembentukan Mahkamah Rakyat harus mendapat jaminan dari yang
merekomendasikannya.
3. Yang Dilibatkan Dalam Kepanitiaan
Organisasi kerakyatan, seperti: tani,
buruh, nelayan sesuai dengan criteria yang telah disebutkan di atas.
Lembaga Swadaya Masyarakat, gerakan-gerakan
mahasiswa.
4.
Tugas Panitia
a. Pengorganisiran.
Ruang lingkup pengorganisiran adalah
penguatan organisasi-organisasi basis, mengorganisir korban, rekrutmen partisan
Mahkamah Rakyat, dan melebarkan jaringan atau aliansi.
b. Investigasi.
Ruang lingkup
investigasi adalah menginventarisir korban, kasus, kekayaan (asset) tersangka.
c. Kampanye.
Ruang lingkup kampanye adalah
sosialisasi/propaganda Mahkamah Rakyat kepada publik.
d. Pendataan
Ruang lingkup pendataan adalah usaha
pengarsipan dokumen-dokumen dan barang bukti yang berhasil diinventarisir oleh
panitia.
4.
Wewenang Panitia Bersama Pembentukan Mahkamah Rakyat
a.
Merumuskan teknis operasional Mahkamah
Rakyat.
b.
Membubarkan/memberhentikan panitia yang
tidak konsisten dengan kerangka Mahkamah Rakyat.
6. Hak Panitia
a. Rekrutmen.
b. Koordinasi.
7.
Struktur Kepanitiaan Bersama
Unsur-unsur yang ada
dalam kepanitiaan bersama ini adalah sebagai berikut:
Presidium
Nasional
Presidium nasional adalah perwakilan dari panitia-panitia lokal yang diisi oleh
masing-masing sekjen panitia local. Ruang lingkup tugas Presidium Nasional
adalah pengambil kebijakan tertinggi dalam kepanitiaan, membentuk
propaganda-propaganda yang harus dijalankan oleh Panitia Nasional maupun
Panitia Lokal. Jadwal rapat koordinasi Presidium Nasional ini akan ditentukan
kemudian oleh semua anggota Presidium Nasional.
Panitia
Nasional
Panitia Nasional adalah panitia
pelaksana program-program dan kebijakan yang telah dirumuskan oleh Presidium
Nasional pada tingkat nasional.
Panitia Nasional terdiri dari:
1. Sekretaris
Jenderal
2.
Bidang Kampanye; Melakukan kampanye/sosialisasi/propaganda
tentang Mahkamah Rakyat kepada publik.
3. Bidang
Pengorganisiran. Ruang lingkup tugas Bidang Pengorganisiran adalah:
a. Penguatan
organisasi basis.
b. Melakukan
pengorganisiran terhadap korban-korban kejahatan Orde Baru yang akan diadvokasi
dalam Mahkamah Rakyat.
c. Rekrutmen
partisan maupun calon panitia yang akan bekerja dalam mewujudkan Mahkamah
Rakyat.
d. Membuka jaringan/aliansi terhadap lembaga-lembaga pada tingkat local,
nasional, maupun internasional
4. Bidang
Pendataan; Ruang lingkup tugas Bidang Pendataan adalah:
a.
Melakukan inventarisasi korban dan kasus
yang muncul selama pemerintahan Orde Baru.
b.
Melakukan inventarisasi kekayaan (asset)
terdakwa yang akan dibawa ke Mahkamah Rakyat.
c.
Melakukan inventarisasi bentuk-bentuk
kejahatan yang dilakukan terdakwa.
d. Melakukan kliping, arsip, dokumen-dokumen, dan barang bukti.
5. Bidang Dana
dan Usaha; Ruang lingkup Bidang Dana dan Usaha adalah:
a. Mencari dana operasional Panitia Bersama Pembentukan Mahkamah Rakyat.
b. Mengembangkan
usaha mandiri (swadaya)
6.
Bidang Kesekretariatan; Ruang
lingkup Bidang Kesekretariatan adalah:
a. Mengolah
administrasi teknis harian Panitia Bersama Pembentukan Mahkamah Rakyat.
b. Melakukan
fungsi-fungsi protokoler
7. Bidang Hukum
dan Litbang
a.
Mengkaji mekanisme hukum,
perundang-undangan dan peradilan.
b.
Melakukan analisis kondisi
social-politik, ekonomi, budaya.
c.
Melakukan analisis dan pengolahan data
berdasarkan data-data yang berhasil dikumpulkan.
d. Mengemas isu Mahkamah Rakyat yang akan dikampanyekan kepada publik.
Panitia Lokal
Ruang lingkup tugas panitia local adalah panitia pelaksana
kebijakan-kebijakan dan program-program yang telah ditetapkan oleh Presidium
Nasional di tingkat lokal.
Struktur Panitia Lokal mengikuti struktur Panitia Nasional. Dalam
menjalankan tugasnya, Panitia Lokal selayaknya memperhatikan keunikan-keunikan
yang ada di daerah masing-masing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar